Jepara (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Republik Indonesia Kusmayanto Kadiman mengatakan bahwa intensifikasi dan diversifikasi pangan perlu dilakukan, khususnya pengembangan teknologi pangan berbasis non beras.

"Salah satu riset yang dilakukan di Kupang, yakni cara memasak makanan tradisional yang ada di Nusa Tenggara Timur, yang terkenal dengan nama bubur `bose` tanpa harus membutuhkan waktu yang lama," ujarnya di Jepara, Jateng.

Pasalnya, kata dia, proses pembuatan bubur "bose" yang berisi jagung, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang merah membutuhkan waktu antara empat jam hingga delapan jam.

Untuk itu, kata dia, pemerintah memberikan sentuhan teknologi baru untuk membuat bubur "bose" secara instan. "Nantinya, cukup dengan membuka plastik dan memasukan air panas, dan menunggu beberapa menit bubur langsung jadi," ujarnya.

Sentuhan teknologi tersebut, katanya, menjadi salah satu wujud untuk melakukan intensifikasi dan diversifikasi pangan.

"Hanya saja, penjualan produknya menjadi kendala tersendiri ketika teknologi tersedia," ujarnya.

Sementara upaya untuk memasarkan produk tersebut ke pasar, kata dia, membutuhkan waktu yang cukup lama setelah dilakukan riset dan pengembangan.

"Pemerintah setempat diharapkan ikut membantu pemasarannya seperti halnya produk kain batik khas daerah dengan mewajibkan PNS menggunakan seragam dengan kain batik setiap hari tertentu. Kami juga bertekad tradisi dan teknologi juga memiliki kontribusi pada ekonomi," ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga sudah melakukan riset diversifikasi pangan lain, seperti pembuatan tepung dari bahan sukun dan ubi yang memiliki rasa, bentuk, dan harga menyerupai dari bahan gandum.

"Kami juga menginginkan makanan cepat saji, seperti `burger` memiliki bentuk, rasa, dan harga serupa jika dibuat dari bahan gandum," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009