Penanganan COVID-19 di setiap daerah tidak harus sama, karena kultur daerah yang satu dengan lainnya berbeda
Karawang (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyampaikan penanganan wabah Corona bisa dilakukan dengan berbasis kearifan lokal, tidak harus dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Penanganan COVID-19 di setiap daerah tidak harus sama, karena kultur daerah yang satu dengan lainnya berbeda," ujarnya melalui sambungan telepon dari Karawang, Jabar, Rabu.

Ia setuju dengan pernyataan Kepala BNPB Doni Munardo yang menyebutkan kalau penanganan wabah Corona diserahkan ke kebijakan daerah masing-masing. Jadi penanganan Corona bisa dilakukan dengan berbasis kearifan lokal.

Dicontohkannya, kultur antara kota dan daerah yang mayoritas perdesaan itu berbeda, gaya kepemimpinannya juga berbeda.

Baca juga: Sidoarjo maksimalkan peran RT saat PSBB jilid dua

Menurut dia, kalau Gubernur di DKI bisa secara total menggerakkan seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan disekitarnya, karena kultur alamnya homogen.

Di DKI Jakarta semua perangkat, dari mulai wali kota hingga lurah merupakan bawahan Gubernur atau di bawah komandonya. Sehingga seorang gubernur mampu menggerakkan mereka untuk sama-sama menjalankan kebijakan yang sama.

Sementara di daerah, wali kota dan bupati merupakan kepemimpinan otonom lantaran mereka dipilih langsung oleh rakyatnya masing-masing, sehingga mereka memiliki cara tersendiri dalam penanganan Corona.

Dedi mengatakan cara penanganan Corona tidak mesti harus dengan penerapan PSBB, karena dengan PSBB banyak yang harus dikorbankan dan cara itu dinilai tidak efektif. "PSBB cocok diterapkan di perkotaan," ucap Dedi.

Baca juga: Jateng ikuti pemerintah pusat terkait PSBB seluruh Jawa

Tetapi meski diterapkan PSBB, pasar di kota tetap harus beroperasi karena itu merupakan tempat penjualan produk dari daerah.

Di area pasar pun harus sesuai dengan protokol WHO, yakni social distancing, physical distancing, memakai masker dan lain-lain.

Selanjutnya di daerah, PSBB sebenarnya fokus pada seleksi ketat terhadap pendatang dari luar kota. Masyarakat di daerah harus dibentengi, tetapi regulasi ekonomi tetap jalan.

"Pendekatan kultur berbasis RT dan RW jadi standarisasi utama dalam menangani Corona, sehingga rapid test dan swab test harus dilakukan secara massif. Alat tesnya harus ada di kecamatan sehingga setiap hari orang di kampung diperiksa. Sedangkan orang dari luar dikunci dan jika ada diisolasi," katanya.

Mantan Bupati Purwakarta ini menyampaikan, dengan pendekatan kultur berbasis RT dan RW, balai desa, balai RW, gedung sekolah dan lainnya bisa jadi tempat isolasi terhadap orang luar yang masuk ke daerah.

"Saya itu ketemu setiap orang dari sopir angkot, dan pedagang. Ekonomi mereka anjlok, sampai ada yang jadi pemulung. Kondisi itu karena salah kelola dan persepsi dalam penerapan PSBB," tutur Dedi.

Baca juga: Kemenkes setujui PSBB Palembang dan Prabumulih

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020