Jakarta (ANTARA) - Sudah hampir tiga bulan ini separuh penduduk dunia, termasuk di Indonesia, lebih banyak mengurung diri di rumahnya untuk menuruti perintah atau rekomendasi pemerintah guna membendung penyebaran virus corona baru atau SARS-CoV-2.

Orang menjadi jauh lebih aktif dalam berkirim dan berbalas pesan di media sosial. Tetapi saat bersamaan orang juga menjadi lebih banyak waktu untuk merenung, bahkan mengenang masa-masa indah dalam kehidupannya pada masa-masa yang sudah lewat.

Dan ternyata kenangan kepada masa silam itu menular ke mana-mana, sampai kepada cara media massa menayangkan konten olahraga.

Terutama televisi yang khusus menayangkan olahraga atau televisi yang porsi siaran olahraganya besar atau laman-laman berita yang umumnya menarik trafik web besar dari konten olahraga, kehilangan kabar kompetisi terkini olahraga telah menciptakan dimensi baru dalam cara menghidupkan dinamika di ruang redaksi.

Berhenti tiba-tibanya kompetisi dan turnamen olahraga di seluruh dunia tidak hanya memupus gambaran pemasukan puluhan miliar dolar AS dan mengancam masa depan ratusan ribu pekerja media, namun juga memaksa stasiun-stasiun televisi bertahan tanpa siaran langsung atau liputan olahraga teraktual.

Dulu sebelum dunia disergap pandemi virus corona, 10 dari 50 acara top televisi kabel di Amerika Serikat adalah acara-acara olahraga, namun kini tidak ada satu pun acara olah raga yang masuk 10 besar, ulas ShowBuzzDaily.

"Tim programing kami berusaha keras mengisi lubang-lubang di jaringan televisi kami," tulis seorang eksekutif komunikasi ESPN saat mengumumkan perubahan-perubahan besar dalam program acara mereka.

ESPN adalah salah satu televisi yang paling terpukul oleh tiadanya turnamen dan kompetisi akibat pandemi dan dipaksa memutar otak untuk berkreasi agar outlet tetap menarik pemirsanya sambil berharap tirai-tirai kompetisi olahraga segera buka lagi walaupun tanpa hingar bingar penonton yang justru menambahkan unsur dramatis sebuah tayangan.

Di antara kreativitas yang ditempuh ESPN dan banyak stasiun televisi lainnya adalah memasukkan segmen kisah masa lalu olahraga seperti orang mengenang masa indah di masa lalu selagi menjalani jaga jarak sosial atau social distancing.

Dokumenter-dokumenter olahraga pun kini memenuhi durasi siar ESPN. Yang paling gres adalah "The Last Dance" tentang episode terakhir era kejayaan legenda NBA Michael Jordan dan Chicago Bulls.

Baca juga: Karena hidup tanpa siaran langsung olahraga itu hambar

Baca juga: Kemarin, konser jazz virtual hingga olah raga saat berpuasa


Ternyata apa yang dilakukan ESPN dalam menayangkan lagi versi-versi lama konten siarnya, ditiru oleh media elektronik lainnya.

CBS menayangkan ulang sepuluh besar pertandingan NBA dari 2018 sampai 2019, sedangkan NBCSN yang dimiliki NBC Sports Group memutar kembali pertandingan-pertandingan Liga Premier musim ini sebelum sisanya dihentikan pandemi.

Apa yang dilakukan televisi ini sebagian juga diadopsi oleh laman-laman berita yang mengenal pasti bahwa konten olahraga sebagai salah satu pengerek trafik besar di web.


Arsip pertandingan

Untuk itu laman-laman media arus utama juga berkreasi hampir mirip dengan rekan-rekannya di televisi. Harian terkemuka Inggris The Guardian misalnya, menawarkan podcast "The Forgotten Stories of Football" pada laman webnya.

"Serial baru dari The Guardian ini menampilkan kisah-kisah hebat dari indahnya laga olahraga yang mungkin belum pernah Anda ketahui sebelumnya, yang ditulis oleh para wartawan olahraga terkemuka dunia, dan merentang dalam lebih 100 tahun sejarah olah raga dari seluruh planet sepak bola," kata The Guardian menerangkan filosofi di balik titel baru kontennya.

Untuk episodenya hari ini 13 Mei, The Guardian membahas perundungan yang dilakukan Nazi Jerman dan kemenangan kontroversial timnas sepak bola Italia dalam Olimpiade Berlin 1936.

Setali tiga uang, salah satu surat kabar beroplah besar di Amerika Serikat, USA Today menurunkan slug "Day without Sports" pada lamannya, walaupun ini tidak menuturkan kisah-kisah olahraga di masa silam, melainkan hal ringan di luar kompetisi yang menarik untuk disampaikan kepada audiens.

Sedangkan New York Times menurunkan kolom baru yang dianggap tidak biasa oleh pengasuhnya sendiri, kolumnis dan sekaligus redaktur Victor Mather.

Kolom ini mengulas hal yang mungkin sepele di masa prapandemi, namun terasa menarik disampaikan saat pandemi ketika turnamen dan kompetisi menutup gerbang stadion akibat COVID-19.

Kolom ini diasuh Victor Mather dan rekannya sesama redaktur meja sunting olahraga New York Times, Danielle Allentuck.

Tujuan awalnya menambal bolong dari hilangnya artikel-artikel besar olahraga yang sudah dipersiapkan New York Times, mulai dari latihan berbagai cabang olahraga selesai musim, menjelang Olimpiade, playoff NBA, dan banyak lagi, yang menguap seiring dengan dibatalkan atau dimundurkannya hampir seluruh kompetisi dan turnamen olahraga di seluruh dunia.

Lain halnya dengan majalah terkemuka Prancis, Paris Match, yang memiliki rubrik Retro Match untuk mengulas dan menampilkan kembali peristiwa-peristiwa penting, eksklusif dan indah sejak majalah ini terbit 25 Maret 1949.

Bagian olahraga dari rubrik ini, yakni Retro Sports, turut mengisi majalah olahraga bergengsi dunia ini. Untuk "Retro Sports", Paris Match memasukkan slug "Dans Les Archives de Match" atau arsip pertandingan.

Segmen ini menampilkan tulisan atau reportase para jurnalis Paris Match kala mewartakan peristiwa-peristiwa penting olahraga yang pekan ini di antaranya menampilkan lagi tulisan wartawannya, Yannick Vely, tentang foto klasik Zinedinne Zidane dan kawan-kawan saat Piala Dunia 1998 atau 20 tahun setelah konten ini dibuat yang sengaja diturunkan berbarengan dengan Piala Dunia 2018 di Moskow yang juga dijuarai Prancis.

Di Kanada, The Athletic yang merupakan laman berita olahraga berlangganan yang menyebut diri pembawa standar baru jurnalisme olahraga, menurunkan "The 2010s: Soccer Decade in Review" pada rubrik olahraganya.

Sedangkan di dalam negeri, laman antaranews.com milik LKBN Antara menurunkan slug "Titimangsa Olahraga" yang menurunkan kisah-kisah paling menggugah dari berbagai arena olahraga di masa lalu yang bisa menjadi inspirasi untuk masa kini atau sebagai acuan dan pengingat kepada prestasi besar di masa lalu yang menjadi pembawa spirit agar disamai dan dilampaui di masa kini.

"Sejarah selalu menjadi alarm. Jangan lupakan sejarah," kata Dadan Ramdani, Kepala Redaksi Olahraga LKBN Antara, yang antara lain mengasuh rubrik olahraga laman antaranews.com.

Baca juga: Liga Inggris dapat disaksikan melalui Mola TV
Baca juga: Krisis Global Pengaruhi Siaran Olahraga Dunia

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2020