Chicago (ANTARA News/Reuters) - Satu penelitian selama 15 tahun terhadap pria yang pernah dibedah karena kanker prostat (kantong kemih) telah membuktikan bahwa hanya sedikit yang meninggal dunia gara-gara kanker, berdasarkan bukti sejumlah orang yang mampu melewati bedah dalam menangani tumor yang perlahan tumbuh, demikian para peneliti AS, Selasa WIB.

Penelitian terhadap lebih dari 12.600 pria terkena kanker prostat yang berhasil melenyapkan kanker prostatnya menunjukkan selama 15 tahun hanya 12 persen yang meninggal dunia akibat kanker, kendati sejumlah petunjuk memperlihatkan adanya jenis kanker ganas.

Lebih banyak lagi, sekitar 38 persen, yang meninggal dunia karena sebab penyakit di luar kanker.

"Penelitian itu menunjukkan risiko kematian akibat kanker prostat ternyata rendah pada pria yang telah menjalani perawatan dalam kurun 15 tahun, dan memperkuat konsep bahwa pria berpenyakit kanker yang penjalarannya rendah tak memerlukan perawatan segera," kata Dr. Peter Scardino dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, New York, yang hasil penelitiannya dipublikasikan di Journal of Clinical Oncology.

Kanker prostat adalah jenis kanker kedua yang umumnya diderita pria di seluruh dunia dan menyebabkan 254.000 kematian pria setiap tahun di seluruh dunia.

Dokter bisa memberikan rekomendasi menapis kanker prostat untuk pria di atas 50 tahun melalui tes darah terhadap antigen khusus prostat atau PSA (Prostate Specific Antigen). Ada keyakinan bahwa diagnosis dini dan perlakuan agresif terhadap jenis kanker apapun adalah lebih baik daripada menunggu dan tidak berbuat apa-apa.

Namun banyak tumor prostat yang lambat tumbuh dan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa menjadi ganas. Sejumlah penelitian menyebutkan banyak pria yang hidup dengan efek samping perawatan agresif lewat bedah dan radiasi kanker yang mungkin tak akan pernah membunuh mereka.

"Hasil penelitian kami menunjukkan kadar ini kurang ganas setelah (pasien menjalani) pembedahan," tulis Scardino dan para koleganya.

Mereka menyebutkan, di Amerika Serikat, kurang dari dua persen pria di bawah usia 65 tahun memilih menghindari bedah prostat dan lebih menyukai pemeriksaan biasa terhadap kanker yang dideritanya. Dari jumlah itu, 73 persen diantaranya akhirnya tetap harus dibedah setelah empat tahun.

Tetapi penelitian terpisah yang diterbitkan jurnal Cancer dari para peneliti Pusat Medis Erasmus di Rotterdam, Belanda, menunjukkan bahwa pria penderita kanker prostat dini yang menghindari bedah prostat dan memilih pemeriksaan biasa justru terlihat baik-baik saja.

Tim peneliti mengajukan kuisoner terhadap 150 pria untuk menaksir tingkat kenyamanannya terhadap keputusan dalam mendapatkan perawatan kanker, disamping juga tingkat depresi dan kekhawatiran mereka.

Lebih dari 80 persen dari 129 pria yang mengembalikan kuisoner menunjukkan tingkat yang sama dengan mereka yang memilih pemeriksaan untuk mengetahui kanker prostatnya secara dini.

Satu eksperimen besar yang dilakukan secara internasional tengah dilaukan untuk membandingkan pemeriksaan biasa dengan perlakuan radikal (bedah), namun hasil penelitian itu masih menunggu beberapa tahun lagi.

Scardino mengatakan, dokter kini menggunakan sejumlah alat untuk memprediksi kanker prostat mana yang cepat menjalar dan menyebabkan kematian, termasuk model-model statistik, tes PSA, pemindaian citra resonansi magnetik dan biopsi.

"Namun dibutuhkan alat ukur yang lebih akurat lagi," katanya seraya menambahkan bahwa dokter akan mengenalkan pengujian molekuler atau genetis untuk melihat apakah tumor memiliki kapasitas menyebar.

"Jika tidak, maka akan aman-aman saja," imbuh Scardino. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009