jika harga BBM diturunkan, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya
Jakarta (ANTARA) - Mantan Gubernur Indonesia untuk OPEC, Widhyawan Prawiraatmadja menegaskan, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini berpotensi memunculkan inflasi jika harga minyak kembali naik.

"Makanya saya berpendapat, jika harga BBM diturunkan, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Saya nggak punya angle politis. Saya teknokrat yang berusaha objektif dan menyampaikan apa adanya,” kata Widhyawan dalam keteranagan tertulis di Jakarta, Kamis.

Menurut dosen senior Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut, jika harga diturunkan, memang kurang berdampak bagi masyarakat, karena saat ini tingkat konsumsi menurun drastis, terlebih di beberapa daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti Jakarta.

"Dan masyarakat yang diam di rumah karena pandemi COVID-19, misalnya, tentu tidak merasakan manfaatnya," kata dia.

Tak kalah penting, lanjutnya, penurunan harga BBM saat ini tidak akan berpengaruh ke deflasi, sebaliknya, jika harga minyak dunia kembali naik sehingga BBM juga dinaikkan, maka akan berdampak terhadap inflasi.

"Ini yang harusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan harga BBM pada kondisi tidak normal seperti sekarang," katanya.

Selain itu, lanjut Widhyawan, yang banyak masyarakat tidak tahu bahwa dalam kondisi harga minyak dunia berfluktuasi seperti sekarang juga sangat memukul Pertamina.

Di hilir misalnya, meski diuntungkan harga minyak rendah, namun volume penjualan juga menurun jauh. Dalam kondisi demikian, lanjutnya, biaya per volume yang dikeluarkan BUMN tersebut juga lebih besar.

"Apalagi, tidak seluruh bahan baku BBM diperoleh melalui impor. Ada juga yang diserap dari minyak dalam negeri dan juga lifting sendiri," lanjutnya.

Menurut dia, pukulan terberat juga dihadapi Pertamina dari sisi hulu, karena sebenarnya proporsi BUMN tersebut selama ini jauh lebih besar di hulu.

Dengan harga minyak jatuh, praktis akan menurunkan pula marjin Pertamina di hulu, bahkan berpotensi merugi, karena perusahaan tidak bisa serta-merta menutup operasional mereka.

"Karena jika sumur di-shut down, maka untuk membuka kembali membutuhkan biaya besar dan secara teknis belum tentu bisa kembali produksi. Jadi, otomatis beban yang diterima Pertamina berat sekali. Dan ini yang banyak orang tidak tahu," ujarnya.

Begitu pula sebagai pengolah minyak mentah menjadi BBM, menurut Widhyawan, kilang juga mengalami kerugian. Keekonomian kilang, lanjutnya, terletak pada minyak mentah sebagai bahan baku, biaya pengolahan, dan juga BBM yang dihasilkan.

"Jika demand jauh berkurang, maka keekonomian kilang juga terbebani. Dengan demikian, sebenarnya pengilangan juga dalam konteks rugi," kata dia.

Baca juga: Energy Watch : tidak turun harga BBM langkah tepat
Baca juga: KPPU sebut harga BBM bisa turun sejak Maret

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020