Saya belum ada sertifikat kesehatan
KUALA LUMPUR (ANTARA) - Seorang ekspatriat konsultan teknologi informasi komunikasi (ICT) Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di perusahaan Malaysia, Zainul Arifin, tertahan di Bandar Udara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) karena pemerintah setempat melarang Warga Negara Asing (WNA) masuk ke negaranya.

"Saya tertahan di Imigrasi KLIA dari Rabu malam tidak boleh masuk Malaysia. Saya dari Brunei setelah tertahan dua bulan di sana. Jadi pilihannya menunggu izin masuk dari Imigrasi Malaysia atau kembali ke negara asal," ujar Zainul ketika dihubungi via whatsapp, Jumat.

Zainul mengatakan dirinya bisa masuk Malaysia kalau ada persetujuan dari Imigrasi Malaysia.

"Orang kantor belum memahami tentang hal ini. Tetapi sebelumnya sudah bertanya ke Imigrasi Putrajaya katanya dipersilakan masuk cuma harus di karantina. Di Brunei saya sudah tanya High Comission Malaysia (Perwakilan Malaysia di Brunei). Mereka bilang silahkan masuk," katanya.

Baca juga: Masjid dan surau di Wilayah Persekutuan Malaysia dibuka kembali

Baca juga: Tim gabungan 'rapid test' 14 TKI dari Malaysia di Kabupaten Sanggau


Zainul menceritakan setelah dirinya tertahan di KLIA pihak kantor kemudian berkirim surat ke Imigrasi Malaysia namun permohonan untuk masuk ditolak Imigrasi sehingga dirinya tidak bisa berjumpa dengan keluarganya di kawasan Damansara.

Zainul akhirnya terpaksa menginap di Express Terminal C dan mencari penerbangan ke Indonesia via Garuda Indonesia.

"Saya belum ada sertifikat kesehatan. Kemarin saya lihat ada tim kesehatan di KLIA untuk COVID-19. Namun saya tanya apakah bisa mendapatkan hasilnya ?. Katanya harus diambil di Rumah Sakit Sungai Buloh sehingga prosedur ini agak susah rupanya. Kalau tes ini tidak bisa mesti di Pondok Cabe Jakarta," katanya.

Selain Zainul sejumlah warga negara asing dari Nepal juga mengalami nasib yang sama tertahan di Imigrasi KLIA.

Country Manager Malaysia PT Garuda Indonesia, Fredrik Kasiepo ketika dihubungi mengatakan persyaratan bagi WNI yang ingin terbang dengan Garuda harus memiliki surat keterangan sehat/bebas COVID-19 berbahasa Inggris, surat keterangan dari perusahaan/institusi/lembaga atau organisasi yang menjelaskan perjalanan bukan tujuan mudik dan surat pernyataan yang bisa di dapat di counter Garuda Indonesia.

"Sekarang ada SOP baru lagi. Sesuai informasi dari Dr Budi Hendrawan KKP Cengkareng untuk semua penumpang internasional baik WNA dan WNI termasuk yang memiliki penerbangan lanjutan yang tidak memiliki bukti test PCR Valid (tidak melebihi jangka waktu tujuh hari) akan di bawa ke Pondok Gede untuk dilakukan Test PCR ( Polymerase Chain Reaction ), ujarnya.

Selanjutnya, jika hasil-nya positif akan di bawa ke Wisma Atlet Kemayoran. Adapun untuk penumpang yang memiliki bukti tes PCR dengan rentang waktu tidak lewat dari tujuh hari maka pihak KKP Cengkareng akan mengeluarkan surat keterangan clearance dan penumpang tidak di bawa ke Pondok Gede," katanya..

Baca juga: Ikuti protokol, 181 TKI dari Malaysia tiba di Pelabuhan Semarang


 

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020