Guna Pemurnian Genetik

     Jakarta, 31/7 (ANTARA) - Menteri Kehutanan menerbitkan SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 yang mengijinkan menangkap 10 ekor Komodo dari kawasan dalam Unit Kerja Balai Besar KSDA NTT untuk ditangkarkan di Taman Safari Indonesia yang berkedudukan di Desa Serongga Kelod, Kec. Gianyar, Prov Bali untuk kepentingan pemurnian genetik di Wilayah Kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT. Ke-10 ekor Komodo tersebut 5 (lima) ekor berjenis kelamin jantan, dan 5 (lima) ekor berjenis kelamin betina. Hal ini dilakukan untuk mendukung sistem studbook untuk tiap jenis satwa sesuai dengan yang dipersyaratkan IUCN. Penangkapan satwa dari alam tersebut didasarkan atas peraturan perundangan dan prinsip kehati-hatian (precautiobary principle) yang diberikan pertimbangan oleh LIPI sebagai Otorita keilmuan.

     Karena terjadi kekhawatiran penurunan jumlah Komodo yang terus menerus di habitat aslinya, maka perlu penguatan strategi konservasi ex-situ melalui program breeding di Lembaga Konservasi dengan kontrol yang ketat melalui penetapan studbook keeper nasional. Keberadaan populasi Komodo di ex-situ (kebun binatang) tercatat sekitar+/- 70 ekor dan tidak diketahui silsilahnya (asal usulnya). Komodo yang ada di Lembaga Konservasi merupakan hasil inbreeding (perkawinan antar satu keluarga) yang sumbernya tidak diketahui. Dengan rencana pengambilan dari alam sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, maka akan dilakukan perkawinan dengan komodo yang telah ada di Lembaga Konservasi, sehingga studbook (silsilah) akan bisa dimulai.

     Selain itu mengingat jumlah Komodo di habitat aslinya hanya tinggal 2.500 ekor dan sifat Komodo yang kanibal dikhawatirkan akan terjadi kepunahan lebih cepat. Ke-10 Komodo tersebut akan ditangkarkan di Taman Safari Bali mengingat Taman Safari ini cukup berpengalaman dalam menangkarkan satwa langka. Penangkaran Komodo juga merupakan upaya antisipasi kita terhadap kelestarian satwa langka seperti Burung Jalak Bali dan Kura-kura Leher Ular yang telah dilepasliarkan kembali di habitat aslinya. Upaya ini dilakukan dengan mengambil pelajaran dari punahnya Harimau Jawa dan Harimau Bali yang tidak sempat ditangkarkan dan kini hanya tinggal nama.

     Biawak Komodo (Varanus komodoensis) tersebar hidup di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan Pulau Gilimontang di Nusa Tenggara. Habitat Komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan Komodo sebagi spesies yang rentan terhadap kepunahan dan oleh CITES Convention dimasukkan dalam kategori Apendiks I CITES.

     Berat tubuh Komodo dewasa di alam sekitar 70 kilogram dan berat tubuh Komodo yang dipelihara di penangkaran umumnya memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Komodo aktif pada siang hari, walaupun terkadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Untuk tempat berlindung, Komodo menggali lubang selebar 1-3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, Komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas.

     Kerusakan habitat, kebakaran, faktor alam lain seperti gempa bumi, berkurangnya mangsa, meningkatnya pariwisata dan perburuan liar, serta konflik antara Komodo dengan manusia, seperti halnya Komodo memangsa ternak masyarakat semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang Komodo ini.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009