Jakarta (ANTARA News) - Produsen terbesar pupuk urea, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), meminta pemerintah membuka kran ekspor untuk mengatasi stok berlebih akibat rendahnya daya serap petani dalam negeri.

"Saat ini total stok urea kami telah mencapai sekitar 600 ribu ton yang terdiri dari sekitar 180 ribu ton di gudang PKT, dan sekitar 420 ribu ton di lini II (gudang provinsi) dan III (gudang kabupaten)," kata Dirut PKT Hidayat Nyakman di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, sampai akhir Juli tahun ini total penyerapan urea bersubsidi di 18 provinsi yang menjadi tanggung jawab PKT hanya sekitar 87 persen atau 905.017 ton dari ketentuan Menteri Pertanian yang sekitar 1,045 juta ton.

"Kondisi itu (kelebihan stok) menyebabkan tertahannya modal kerja sekitar Rp1,2 trilun dengan asumsi HPP (harga pokok produksi) sebesar Rp2.000 per kilogram," katanya.

Sampai akhir tahun PKT mendapat penugasan memasok pupuk urea bersubsidi sebanyak 1.916.413 ton. Dalam mengamankan pasokan untuk pupuk bersubsidi, PKT mengoperasikan seluruh pabriknya dengan target produksi sampai akhir tahun sekitar 2,75 juta ton.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyerapan pupuk urea bersubsidi rendah sepanjang Januari-Juli tahun ini.

Menurut Hidayat, efektifitas pelaksanaan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran dan petani menggunakan pupuk urea sesuai yang dianjurkan yakni 250 kilogram per hektar.

Selain itu, lanjut dia, peningkatan penggunaan pupuk majemuk (NPK) juga mengurangi penggunaan urea. "Musim yang sedikit bergeser juga mempengaruhi tanam," ujarnya.

Tidak hanya terjadi pada pupuk urea bersubdisi, daya serap yang rendah juga terjadi pada pupuk non subsidi yang biasa digunakan pada perkebunan besar dan industri.

Turunnya harga komoditas perkebunan, seperti minyak sawit mentah (CPO) membuat pengelola perkebunan menghemat pemakaian pupuk.

"Mereka memprioritaskan pemupukan untuk tanaman baru, mereka menunda pemupukan tanaman yang sudah tua," ujarnya.

Pemakaian pupuk pada industri seperti industri lem juga berkurang.

"Kami berharap pemerintah membuka penjualan urea keluar (ekspor) agar kelebihan pupuk bisa di atasi," kata Hidayat mengharap.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009