Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta Tim Pengawas Penanggulangan Bencana COVID-19 DPR RI mengawasi teknis penyertaan modal pemulihan ekonomi nasional yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

Ia mengatakan bahwa KPK, terutama menyoroti Pasal 8 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020, yaitu pemerintah dapat melakukan penyertaan modal melalui bank kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaan BUMN.

"Sebagaimana PP 23/2020, dalam pelaksanaannya/eksekusi operasionalnya diberikan mandat (mandatori) kepada bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara)," ujar Firli dalam Rapat Dengar Pendapat bareng Tim Pengawas COVID-19 DPR RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara virtual, Rabu.

Firli menyebut bank yang tergabung dalam Himbara, antara lain BRI, Bank Mandiri, BTN, BNI, dan BTPN. Dalam aturan tersebut, ada juga bank yang berfungsi sebagai bank-bank peserta yang ditunjuk menjadi bank pelaksana. Bank Peserta yang bertindak sebagai Bank Pelaksana itu kemudian menerima dana penyangga likuiditas dari Penempatan Dana Pemerintah untuk Pemulihan Ekonomi Nasional.

Baca juga: Pemerintah alokasi Rp149,29 triliun pulihkan BUMN terdampak COVID-19

Baca juga: Pemerintah siapkan PP untuk penundaan angsuran kredit

Baca juga: Kejati Kepri selidiki penyertaan modal PT Pelabuhan Kepri


Bank Pelaksana lantas memberikan dukungan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi UMKM.

"Kalau bank pelaksana diberikan kepercayaan untuk mengelola dana UMKM dan lain-lain, tentu dalam pelaksanaan perlu dilakukan pengawasan Pak, dalam hal ini tentu peran OJK itu menjadi penting," katanya.

Namun, menjadi kekhawatiran KPK bila bank pelaksana itu kemudian terjadi kemacetan kredit, atau mungkin kreditnya gagal. Pasalnya, kata Firli, hal itu dapat menimbulkan masalah hukum dan perbuatan yang bisa dikategorikan pidana karena merugikan keuangan negara.

Dia pun meminta DPR untuk memberikan perhatian kepada mekanisme program pemulihan ekonomi nasional itu. Dengan begitu, kekhawatiran yang telah dia sampaikan tersebut tidak sampai terjadi.

"Ini perlu dibahas bersama antara Bank Indonesia, OJK, Himbara, sebagai bank peserta juga 15 bank pelaksana. Ini harus menjadi fokus perhatian kita semua sehingga tidak terjadi hal-hal yang bisa merugikan atau jadi masalah di kemudian hari," ucap Firli.

Baca juga: Erick Thohir paparkan serapan PMN PLN dan Hutama Karya yang besar

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020