Jakarta (ANTARA) - Pebulu tangkis Indonesia Greysia Polii menyodorkan hasil analisisnya atas dominasi Jepang di sektor ganda putri dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut Greysia sejak 2012 peta persaingan ganda putri dunia mengalami perubahan signifikan, dari tangan China ke Jepang.

Dulu, Greyia mengaku kerap terintimidasi bahkan sampai gemetaran ketika memasuki lapangan dan menghadapi lawan-lawan asal China, tetapi itu berubah sejak 2012.

Sejak 2012, Jepang mengambil alih tampuk dominasi sektor ganda putri dari tangan China, yang menurut Greysiaa tidak lepas dari buah ketekunan dan kerja keras atlet-atlet Negeri Matahari Terbit itu.

"Ketekunan dan gaya hidup mereka. Background mereka pekerja keras dan nurut. Itu sudah jadi image mereka," kata Greysia dalam wawancara virtual via Instagram live bersama PB PBSI, Rabu.

Baca juga: Pelatih siapkan program untuk Greysia/Apriyani jelang Olimpiade Tokyo
Baca juga: Kalah di All England, Greysia/Apriyani: Permainan kami terbaca lawan


Kekuatan tim Jepang memang kerap beberapa kali menggagalkan upaya Greysia Polii dan pasangannya, Apriyani Rahayu, untuk naik ke podium berbagai kejuaraan.

Pada 2019 misalnya, langkah Greysia/Apriyani dihentikan oleh pasangan Mayu/Wakana di babak penyisihan grup Sudirman Cup. Nasib apes lagi-lagi menimpa mereka pada babak semifinal BWF World Championship oleh pasangan yang sama.

Kegagalan juga dialami di China Open 2019. Mereka takluk oleh Misaki/Ayaka di perempat final. Langkah Greysia/Apriyani juga harus terhenti di babak penyisihan BWF World Tour Finals 2019 oleh pasangan Yuki/Sayaka.

Kegagalan terus berlanjut di 2020 saat tampil di Kejuaraan Bulu Tangkis Beregu Asia di Manila, Filipina. Greysia/Apriyani dipaksa menyerah dua gim langsung oleh Yuki Fukushima/Sayaka Hirota.

Greysia pun tak menampik bahwa salah satu senjata tim Jepang memang berada pada kegigihan mereka saat latihan. Satu-satunya cara menghancurkan dominasi Jepang di ganda putri hanya dengan mengubah pola pikir.

"Menurut aku mereka gigih banget dalam latihan dan keseharian mereka, dan itu yang membuat mereka berbeda. Tergantung mindset kita gimana," pungkas atlet yang sudah dua kali tampil di Olimpiade pada 2012 dan 2016 tersebut.

Baca juga: PBSI atur strategi hadapi kemungkinan jadwal padat akhir tahun
Baca juga: PBSI beri penjelasan soal status magang Tontowi Ahmad sebelum pensiun
Baca juga: 18 tahun berlalu sejak Indonesia mendekap Piala Thomas terakhirnya

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2020