Pada saat kita tidak bisa mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita
Jakarta (ANTARA) - Angka kumulatif penularan virus corona yang diumumkan pemerintah pada Kamis sore menunjukkan titik spektakuler karena hampir menyentuh seribu kasus baru.

Angka tepatnya 973 kasus positif baru. Dikatakan spektakuler karena merupakan angka kenaikan tertinggi sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020 sebanyak dua kasus waktu itu.

Dibanding sehari sebelumnya yang berjumlah 693, angka 973 itu bukan hanya layak disebut naik signifikan, tetapi juga pantas disebut melonjak drastis. Bahkan meloncat atau melejit hingga lebih 300 kasus.

Sebagai bahan dalam mencermati pandemi virus corona tipe baru (COVID-19), angka penambahan harian selama Mei 2020, yakni Jumat (1/5) 433 kasus, Sabtu (2/5) 292 dan Minggu (3/5) 349 serta Senin (4/5) 395.

Kemudian Selasa (5/5) 484, Rabu (6/5) 367, Kamis (7/5) 338, Jumat (8/5) 336, Sabtu (9/5) 533, Minggu (10/5) 387, Senin (11/5) 233, Selasa (12/5) 484 dan Rabu (13/5) 689.

Untuk Kamis (14/5) 568, Jumat (15/5) 490, Sabtu (16/5) 529, Minggu (17/5) 489, Senin (18/5) 496. Selasa (19/5) 486, Rabu (20/5) 693 dan Kamis (21/5) 973.

Dengan bertambah 973 orang, maka untuk pertama kali angka positif COVID-19 menjadi 20.162 orang. Sehari sebelumnya angka kumulatif sebanyak 19.189 kasus.

Selain pertambahan pada kasus baru, Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan hingga Kamis pukul 12.00 WIB jumlah pasien sembuh dari COVID-19 bertambah 263 orang menjadi 4.838 orang.

Baca juga: Pemerintah kembali ingatkan protokol kesehatan jelang Idul Fitri

Sedangkan pasien meninggal bertambah 36 orang menjadi 1.278 orang. Jumlah pasien dalam pengawasan sebanyak 11.066 orang dan orang dalam pemantauan mencapai 50.187 orang.

Penambahan jumlah kasus positif pada Kamis merupakan yang tertinggi. Angka pasien paling tinggi ada di Jawa Timur.

Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 Provinsi Jawa Timur mencatat jumlah pasien positif terjangkit corona di Surabaya terus meningkat, yakni sebanyak 86 orang hingga Rabu pukul 17.00 WIB. Sehari sebelumnya hanya ada penambahan 60 kasus.
 
Petugas kepolisian memeriksa kendaraan di gerbang tol Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (19/5/2020). Pemeriksaan kendaraan tersebut sebagai tindak lanjut atas imbauan untuk tidak mudik dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan/pras.

Upaya mengendalikan penyebaran pagebluk global ini memasuki babak baru dengan semakin bertambahnya jumlah kasus positif. Kewaspadaan dan kerja keras sedang dilakukan dan diyakini terus dilakukan mengingat potensi pertambahan angka-angka baru di daerah.

Tidak Mudik
Dengan tingginya angka pertambahan kasus baru, Yurianto mengingatkan masyarakat untuk membiasakan diri dengan norma normal yang baru, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang selama ini sudah dilakukan.

Intinya disiplin menjalankan protokol kesehatan. Yakni disiplin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, menjaga jarak, tetap di rumah, disiplin tidak melakukan perjalanan dan tidak mudik.

Salah satu penekanannya ada pada penundaan perjalanan dan mudik. Dalam situasi menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran upaya menekan keinginan orang untuk menunda perjalanan dan mudik merupakan tugas berat mengingat sudah menjadi tradisi turun-temurun.

Karena itu, imbauan perlu terus-menerus didengungkan berbagai pihak. Petugas gabungan pun melakukan pengetatan di jalur udara, terminal dan stasiun di Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: Pemerintah imbau masyarakat miliki kesadaran kolektif hadapi COVID-19

Hanya untuk penumpang dengan syarat tertentu yang bisa melanjutkan perjalanan dengan transportasi udara, kereta api dan bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Tak sedikit yang gagal berangkat karena tidak lolos syarat administrasi sesuai protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19.

Untuk jalur darat, khususnya imbauan menunda mudik hingga virus corona bisa dikendalikan cukup dipatuhi warga. Hal itu bisa dilihat dari arus lalulintas di jalan tol.

Selama periode H-7 sampai H-4 Lebaran 2020, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat total 306.682 kendaraan meninggalkan Jakarta dan sekitarnya melalui arah timur, arah barat dan selatan.

"Angka ini turun 59 persen dari lalulintas (lalin) di periode Lebaran 2019," ujar Corporate Communication & Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Dwimawan Heru dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Dari 306.682 kendaraan yang meninggalkan Jakarta dan sekitarnya, 40 persen arah timur, 35 persen arah barat dan 25 persen arah selatan.

Persoalannya, peluang untuk keluar Jabodetabek tidak hanya melalui jalan tol, namun juga ada jalan-jalan arteri. Bahkan tak sedikit "jalur tikus".

Ramainya Belanja
Kalau jalur-jalur moda transportasi udara, kereta api, terminal dan tol bisa dipantau, bahkan dilakukan pengetatan dan penyekatan, bukan berarti potensi penyebaran virus corona tidak ada.

Potensi penularan lainnya ada di kerumunan seperti pasar tradisional dan pertokoan. Inilah persoalan yang sedang dihadapi saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) fase ketiga di Jakarta.

Suasana menjelang Lebaran di Indonesia selalu diwarnai niat orang untuk berbelanja makanan dan pakaian baru. Itu yang sedang terjadi di berbagai daerah ketika pasar ramai atau padat pembeli.

Tak sedikit orang mengabaikan protokol kesehatan, berkerumun dan berjubel di toko-toko dan pasar. Pengabaian terhadap potensi penularan virus corona sedang terjadi secara masif dan massal.

Tak sedikit yang lupa bahwa fakta perkembangan penularan virus corona bermula dari kerumunan. Kasus positif pertama di Wuhan (China) disebut-sebut dari sebuah pasar.

Pun demikian, kasus pertama di Indonesia berdasarkan penelusuran (tracing) tim gugus tugas, bermula dari kerumunan di sebuah klub malam. Fakta-fakta seperti itulah yang perlu terus didengungkan di tengah terjadinya "tsunami" orang untuk berbelanja baju Lebaran.

Tak sedikit yang beranggapan seolah Lebaran identik dengan baju baru. Atau belum merasa Lebaran kalau tanpa baju baru.

Baca juga: Yurianto: Pembawa virus masih di tengah kita, hindari mudik

Anggapan itu mengakibatkan dorongan untuk memburu baju baru, meski berkerumun dalam kepadatan orang. Pengabaian secara masif protokol kesehatan tampaknya menunjukkan tak sedikit orang lebih khawatir tak berbaju baru daripada takut terpapar virus corona.

Padahal inti puasa adalah menahan diri dan menahan hawa nafsu untuk meraih kemenangan di hari yang fitri. Bukan meraih kesenangan dengan baju barunya.

Tunda Kesenangan
Karena itulah, motivator Merry Riana mengajak seluruh masyarakat menunda kesenangan untuk mendapatkan kemenangan yang lebih besar dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Keadaan saat ini (terutama dalam konteks DKI Jakarta) sudah membaik, itu perlu disyukuri. Namun keadaan belum baik sepenuhnya.

"Jangan kasih kendor," kata Merry dalam jumpa pers di Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang disiarkan langsung melalui akun BNPB di Jakarta, Senin (18/5).

Merry dalam seminggu terakhir merasa sedikit khawatir karena melihat lalulintas di Jakarta mulai padat. Bahkan macet dan beberapa tempat umum menjadi ramai.
 
Warga dengan mengenakan masker mengendarai sepeda motor di Tanah Abang, Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa Indonesia akan menghadapi kehidupan normal yang baru (New Normal) di mana masyarakat harus hidup berdampingan dengan COVID-19 sehingga protokol kesehatan akan terus diterapkan secara ketat dalam waktu mendatang. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

Merry berharap keadaan yang mulai membaik itu tidak membuat masyarakat menjadi lengah. Keadaan yang sudah mulai membaik ini justru harus diikuti masyarakat dengan tetap berdisiplin dan tidak mengurangi kewaspadaan.

Jangan kembali ke normal. Kita saat ini sedang menuju ke normal baru (the new normal). Tetap memakai masker, tetap menjaga jarak dan tidak mudik. Ini tanggung jawab semua.

Baca juga: Kecenderungan "the new normal" dunia bisa jadi peluang bagi Indonesia

Bila ada pertanyaan "sampai kapan keadaan akan seperti ini atau sampai kapan pandemi ini akan berakhir?" Merry mengatakan tidak ada seorangpun yang tahu.

"Pada saat kita tidak bisa mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita," katanya.

Situasi sekarang sudah berubah dan sudah berbeda. Ini saatnya kita mengubah diri kita.

Yakni menunda kesenangan demi meraih kemenangan.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020