Jadi ke depan ini memang harus dilakukan harmonisasi peraturannya
Jakarta (ANTARA) - Dalam salah satunya bukunya "Conquerors" (2015), sejarawan Inggris Roger Crowley menulis bahwa Portugal dapat disebut sebagai negara pertama yang menciptakan kekaisaran global.

Hal tersebut karena Portugal berhasil mengukuhkan dirinya sebagai kaum kolonial di berbagai lokasi di beragam benua, termasuk di dataran Amerika (seperti Brasil) hingga banyak titik penjajahan di Afrika dan Asia.

Tentu saja, pencapaian Portugal yang dimulai pada sekitar abad ke-15 itu terbantu dengan penguasaan mereka terhadap sektor kemaritiman pada masa itu.

Berbagai negara kolonial lainnya juga mengikuti rekam jejak Portugal dan berhasil membangun kekuatan laut, seperti Spanyol, Belanda, Perancis, dan Inggris.

Penguasaan terhadap laut menjadi kunci bagi berbagai impian yang ingin dicapai oleh suatu negara, seperti guna membangun jaringan perdagangan internasional.

Tidak mengherankan pula, pemerintah Indonesia juga memiliki konsep RI sebagai Poros Maritim Dunia, yang selaras dengan ucapan Presiden Joko Widodo bahwa "Kita telah lama memunggungi laut".

Dari segi administrasi kelembagaan, pemerintahan Presiden Jokowi mulai membangun institusi baru seperti Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Selain itu, berbagai aspek di sektor kelautan dan perikanan juga terus dipacu, seperti upaya untuk meningkatkan ekspor dari komoditas kelautan dan perikanan.

Terutama dalam masa pandemi COVID-19 seperti ini, berbagai pihak seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terus menjaga agar produksi tetap berlangsung.

Namun, pengamat sektor perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan bahwa konsep Poros Maritim Dunia perlu terus diperjuangkan tetapi bukan dengan menjadikan sumber daya laut sebagai anjungan tunai mandiri atau ATM.

"Pemerintah terlampau outward looking (menitikberatkan aspek eksternal) dengan menjadikan sumber daya laut sebagai ATM pembangunan, tanpa mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan di dalam negeri," kata Abdul Halim.

Menurut Abdul Halim, contoh dari hal tersebut adalah regulasi yang membolehkan ekspor benih lobster.

Padahal, lanjut dia, pembangunan kemaritiman yang bertumpu kepada prinsip-prinsip keberlanjutan terhadap sumber daya laut tersebut.

Abdul Halim juga menginginkan agar setiap kebijakan guna mencapai Poros Maritim Dunia harus mengutamakan masyarakat perikanan skala kecil.

Baca juga: Pengamat: Poros Maritim Dunia harus dahulukan SDM kelautan perikanan

Dahulukan SDM
Sementara itu, pengamat kebijakan kemaritiman Moh Abdi Suhufan menuturkan, langkah mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia diminta lebih mendahulukan pengembangan SDM bidang kelautan dan perikanan dibandingkan pengoptimalan eksploitasi komoditas sektor kelautan dan perikanan nasional.

"Perwujudan Poros Maritim Dunia membutuhkan kerja yang lebih keras dari semua pihak. Perihal ABK (anak buah kapal) Indonesia, seharusnya masuk dalam strategi pembangunan manusia yang rencananya akan digenjot tahun ini," kata pengamat kebijakan kemaritiman Moh Abdi Suhufan.

Menurut Abdi, penyiapan ABK yang bekerja di dalam dan di luar negeri perlu menjadi prioritas pemerintah.

Hal itu, ujar dia, karena pencapaian Poros Maritim bukan karena RI memiliki kelimpahan sumber daya laut, tetapi bagaimana memiliki SDM unggul di laut.

Ia berpendapat bahwa hal tersebut dilakukan antara lain dengan meningkatkan standar kompetensi ABK kapal ikan baik melalui jalur formal dan informal, dengan jalur informal melalui optimalisasi pemanfaatan balai latihan kerja yang banyak tersebar di daerah.

Abdi yang menjabat sebagai Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia itu mengingatkan dulu BJ Habibie dalam membangun industri strategis termasuk maritim yaitu BUMN PT PAL, dilakukan dengan terlebih dahulu mengirimkan putra-putri terbaik ke luar negeri agar mereka mendapatkan pendidikan terbaik.

Namun, lanjutnya, pada saat ini untuk mengembangkan SDM ABK tidak mengirimkan calon ABK keluar negeri tetapi cukup disiapkan dengan lembaga pendidikan di dalam negeri.

Berbagai lembaga pendidikan tersebut, menurut dia, betul-betul harus dilengkapi dengan penyediaan sarana, kurikulum, fasilitas dan tenaga latih yang profesional.

Mengenai lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Abdi berpendapat bahwa ABK melalui pendidikan jalur formal yang ada sudah cukup baik.

"Tinggal daya saing dan pengakuan kesetaraan sertifikasi kompetensi yang perlu diperjuangkan ketika akan bekerja di kapal ikan luar negeri," ucapnya.

Baca juga: Poros Maritim Dunia bukan jadikan sumber daya laut sebagai ATM

Usut kasus ABK
Terkait dengan beberapa kasus ABK WNI yang ditimpa musibah di kapal ikan asing, Abdi yang juga menjabat sebagai Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia itu menginginkan pemerintah dapat betul-betul mengusut tuntas kasus dugaan pelarungan ABK Indonesia yang terjadi di laut Somalia oleh kapal berbendera China.

Menurut informasi yang diterima oleh Abdi Suhufan yang masuk ke Fisher Center Bitung, telah terjadi pelarungan ABK Indonesia pada 16 Januari 2020 di laut Somalia oleh kapal berbendera China.

Sebelum mengalami kematian, masih menurut Abdi, ABK tersebut terindikasi terjadi mengalami penganiayaan yang mengarah kepada dugaan kerja paksa, di mana dalam kondisi sakit tetap dipaksa bekerja.

Untuk itu, Abdi menginginkan Kementerian Luar Negeri RI segera berkoordinasi dan meminta keterangan pemerintah China atas kasus yang dialami oleh ABK Indonesia yang dilarung di laut Somalia tersebut.

Kejadian itu, ujar dia, perlu menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola awak kapal perikanan, khususnya tata kelola ABK migran, di mana secepatnya harus disahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Ikan dan Pelaut Niaga.

Adapun bagi ABK di dalam negeri, upaya perlindungan dilakukan dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 42/2016 tntang Perjanjian Kerja Laut dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 35/2015 tentang Sertifikasi HAM Perikanan.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah akan memperketat aturan mengenai awak kapal asal Indonesia yang bekerja di kapal asing menyusul kejadian pelarungan tiga Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang meninggal di kapal China.

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (8/5), Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyampaikan pemerintah sepakat akan melakukan harmonisasi dan memperketat aturan antara setiap Kementerian/Lembaga yang terkait untuk mengatur bukan hanya mengenai awak kapal, namun juga pekerja migran asal Indonesia secara umum, terutama yang bekerja secara mandiri.

Hal tersebut dilakukan lantaran selama ini aturan yang ada memperbolehkan pekerja mandiri untuk langsung terhubung dengan perusahaan namun hal ini, terutama di sektor informal, terkadang mempersulit upaya perlindungan oleh pemerintah, karena rawannya potensi eksploitasi.

"Menko menyampaikan bahwa hal tersebut tidak bisa terus dibiarkan dan harus diperbaiki aturannya. Karena meskipun ada tenaga kerja berangkat sendiri, namun jika terjadi apa-apa pemerintah harus tanggung jawab, dan pemerintah wajib menjaga keselamatan warganya. Jadi ke depan ini memang harus dilakukan harmonisasi peraturannya," katanya.

Pemerintah menekankan, ke depan perlindungan terhadap ABK yang bekerja pada kapal ikan harus diatur mulai dari sisi hulu. Berikutnya, proses bisnis pengiriman ABK yang akan bekerja di kapal ikan juga harus diperbaiki dengan memperkuat mengenai hak dan perlindungannya.

Jangan lupakan
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, pemerintah dinilai jangan sampai melupakan visi untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia karena dalam kondisi apapun seperti terpapar pandemi COVID-19, Indonesia tetap selalu memiliki potensi yang besar dalam mencapai impian mulia tersebut.

"Kalau mau bangkit, geopolitik, strategi dan ekonomi ini mampu menghasilkan yang namanya - kita masih ingat janji politik Pak Jokowi - yaitu Poros Maritim Dunia," kata Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riyono dalam rilis yang diterima di Jakarta.

Menurut dia, saat ini Konsep Poros Maritim Dunia sepertinya telah menjadi suara yang sudah redup-redup terdengar dibanding sebelum-sebelumnya.

Padahal, lanjutnya, Indonesia sendiri terletak secara geostrategis yaitu berada di perempatan jalan maritim dunia. "Indonesia memiliki geopolitik di perempatan jalan dunia dan memiliki peran kunci bagi kelancaran jalan laut dunia," kata Riyono.

Ia berpendapat bahwa konsep geopolitik ini bisa menjadi geoekonomi apabila mampu memaksimalkan kebermanfaatan dan kesejahteraan bagi masyarakat nasional.

Riyono memberikan contoh kecil seperti di Iran yang mampu menjadikan Selat Hormus sebagai senjata geopolitiknya, di mana setiap 10 menit terdapat kapal tanker lewat yang 40 persen dari kapal impor minyak dunia dan 90 persen dari kapal ekspor negara Arab.

Sedangkan Indonesia, kata dia, memiliki empat selat yang memiliki kesibukan yang luar biasa dari aktivitas internasional, yaitu Selat Makassar, Selat Sunda, Selat Malaka, dan kemudian Selat Lombok.

Untuk itu Riyono mengajak agar hal tersebut menjadi modal untuk berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Senada, Ketua MPR Bambang Soesatyo juga memandang perlu pengelolaan secara optimal berbagai potensi sumber daya alam kemaritiman sebagai urat nadi pembangunan demi kemakmuran rakyat.

Apalagi, gugusan pulau-pulau yang terbentang di Indonesia dikelilingi oleh aneka ragam kekayaan sumber daya hayati laut yang menjanjikan potensi sumber daya ekonomi dari kegiatan kelautan dan pariwisata bahari dengan segala variannya.

"Dalam hal ini, laut harus kita sadari merupakan sumber kehidupan sekaligus media pemersatu dan media penghubung antarpulau di Indonesia dan antarnegara di dunia," kata Bamsoet saat membuka kuliah umum kebangsaan secara virtual "Maritim Indonesia dan Momentum Kebangkitan Nasional" di Jakarta, Rabu (20/5).

Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini, sebagai bangsa yang sudah merdeka dan berdaulat, momentum kebangkitan nasional harus dimaknai sebagai ikhtiar untuk membangkitkan kesadaran bersama dalam mengenali dan memanfaatkan potensi-potensi dan posisi strategis lndonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hal ini penting sebagai upaya mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca juga: Pemerintah jangan lupa wujudkan Poros Maritim Dunia
Baca juga: Keberhasilan di IMO momentum wujudkan RI poros maritim dunia

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020