Pada Maret 2020, jumlah wisman turun drastis. Dan sekarang jumlahnya hanya tinggal 470.900 wisman
Jakarta (ANTARA) - Meski belum ada kepastian waktu untuk dibuka kembali, tetapi beberapa objek wisata di DKI Jakarta mulai mempersiapkan diri untuk menyambut babak baru.

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta sedang mempersiapkan promosi untuk memulihkan kembali sektor pariwisata, khususnya ketika memasuki kenormalan baru di tengah pandemi COVID-19.

Tempat wisata dan hiburan di Jakarta secara bertahap akan dibuka dengan tetap mempertimbangkan kondisi penyebaran kasus COVID-19.

Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, akan membatasi jumlah kunjungan tidak lebih dari 5.000 orang per hari apabila beroperasi saat era normal baru.

Kini banyak sekali pihak mempersiapkan diri dengan "ancang-ancang" menyambut era normal baru (new normal). Era ini merupakan babak baru setelah berbagai sendi kehidupan "babak belur" sejak tiga bulan terakhir akibat wabah virus corona.

Pariwisata adalah salah satu sektor yang sedang pasang kuda-kuda dan untuk bangkit. Kini masih menunggu pedoman untuk diterapkan di semua lini sektor ini.

Baca juga: ASITA siapkan protokol hadapi normal baru pariwisata

Mengapa pariwisata? Karena berwisata adalah sudah menjadi kebutuhan banyak orang.

Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekalipun, tak sedikit orang di berbagai daerah tetap ingin berwisata. Hari libur adalah salah satu saat yang tepat bagi wisatawan domestik untuk berwisata.

Hari libur dalam rangka Idul Fitri/Lebaran beberapa hari lalu sejatinya adalah momentum untuk menggerakkan sektor ekonomi dari pariwisata. Tetapi apa daya, obsesi itu harus "ambyar" karena virus corona tipe baru (COVID-19).

Selain sudah menjadi kebutuhan banyak orang, pariwisata dengan segala daya dukungnya selama ini telah menghadirkan beragam objek yang menarik untuk dikunjungi. Bisa dikatakan, sektor ini termasuk yang siap untuk menggerakkan ekonomi.

Efeknya juga luar biasa berantai. Dari pemerintah pusat hingga daerah, dari kebutuhan transportasi hingga pajak dan kuliner.
 
“Room attendant” dilatih agar semakin kompeten hadapi kenormalan baru pariwisata (Birkom Kemenparekraf)

Merosot
Namun menyandarkan harapan pada pariwisata saat ini harus tertunda untuk mengerem penyebaran wabah virus corona. Setidaknya secara bertahap setelah wabah global benar-benar bisa dikendalikan.

Bersama sektor lain, pariwisata terpuruk seiring meluasnya wabah. Bahkan pariwisata Indonesia mulai terpukul sejak awal munculnya virus corona ini di Wuhan (China).

China termasuk penyumbang kunjungan turis asing ke Indonesia. Wabah telah mengurungkan turis China melakukan perjalanan wisata sejak Januari 2020.

Berturut-turut wabah makin luas yang mengakibatkan bukan hanya orang menunda perjalanan wisata tetapi juga adanya kebijakan pemerintah membatasi kunjungan orang asing. Itu semata demi membendung penyebaran virus corona.

Terpuruknya sektor pariwisata yang secara kasat mata ditandai dengan merosotnya kunjungan wisatawan mancanegara bisa dilihat dari data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: Menyongsong normal baru, agen wisata tawarkan aneka promosi

BPS telah melansir bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada Maret 2020 mengalami penurunan tajam. Hal ini sebagai dampak dari pandemi COVID-19.

"Pada Maret 2020, jumlah wisman turun drastis. Dan sekarang jumlahnya hanya tinggal 470.900 wisman," kata Kepala BPS Suhariyanto melalui konferensi pers virtual di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kalau dilacak data historisnya, jumlah wisman itu hampir sama dengan pada 2007.

Jumlah kunjungan wisman pada Maret 2020 tersebut mengalami penurunan 45,5 persen dibandingkan pada Februari 2020. Angka tersebut juga turun 64,11 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2019.

Penurunan kunjungan wisman terjadi di hampir seluruh pintu utama bandar udara di Indonesia. Di antaranya di Bandara Ngurah Rai Bali turun 64,72 persen, di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta turun 75 persen dan Bandara Kualanamu Medan turun 64,11 persen.

Jika lihat jumlah wisman yang datang melalui laut juga mengalami penurunan. Di Batam turun 75 persen, di Tanjung Uban turun hingga 92 persen. Demikian juga yang datang lewat darat seperti di Atambua (NTT) dan Entikong (Kalbar).

Berdasarkan negara asal wisman, BPS mencatat bahwa penurunan yang paling tajam terjadi pada kunjungan wisman yang datang dari China, yaitu 97,46 persen. Kemudian dari Hongkong turun 96 persen dan Kuwait turun 89 persen.

Wisman dari seluruh negara ini mengalami penurunan tajam karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karantina (lockdown) di beberapa negara dan penghentian penerbangan.

Dengan demikian, secara kumulatif, total kunjungan wisman ke Indonesia pada Januari-Maret 2020 mencapai 2,6 juta. Pada Januari 2020 situasi pariwisata masih cukup normal, namun mulai terjadi penurunan pada Februari 2020 hingga Maret 2020.

Jika dibandingkan pada Januari-Maret 2019, jumlah kunjungan wisman periode yang sama tahun ini mengalami penurunan 30,62 persen. Penurunan belum terlalu anjlok karena pada Januari terhitung masih normal sehingga kalau dirata-rata selama triwulan I/2020 hanya turun 30,62 persen.

Baca juga: BI Bali anjurkan wisatawan gunakan nontunai saat "Normal Baru"

Bagaimana dengan April-Mei 2020? Angkanya belum dikeluarkan BPS, namun dunia pariwisata berada di pusaran wabah yang pada dua bulan tersebut ditandai terus naiknya korban positif terpapar virus ini.

Pulih Bertahap
Hari-hari ini mencuat wacana dan rencana pemerintah menerapkan tatanan kenormalan baru (new normal). Semua pihak bersiap menyambut implementasinya, walaupun sebagian masih khawatir mengingat kalau di sarana publik, disiplin orang Indonesia masih perlu mendapatkan perhatian.

Implementasi rencana itu tampaknya akan segera terwujud. Namun implementasinya dengan disiplin dan mengedepankan protokol kesehatan untuk pencegahan virus corona yang ketat.

Kebijakan ini tampaknya sebagai babak baru agar ekonomi tidak semakin terpuruk. Tetapi aktivitas warga di publik harus memperhatikan protokol kesehatan untuk pencegahan virus corona.

Baca juga: Menpar: Butuh 1 bulan untuk persiapkan pembukaan destinasi wisata

Dengan kebijakan ini dinilai banyak kalangan merupakan peluang bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk bangkit lebih cepat. Inti dari protokol ini antara lain menjaga jarak fisik, memakai masker, cuci tangan dan tidak berkerumun.

Kemenparekraf/Baparekraf pun sedang menyiapkan program "Cleanliness, Health and Safety" (CHS) atau Kebersihan, Kesehatan dan Keselamatan (K3). Program ini akan diterapkan di berbagai destinasi wisata dengan tujuan utamanya mendisiplinkan masyarakat.
 
Pengunjung beraktivitas di kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (17/5/2020). Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengajak industri pariwisata untuk menerapkan protokol kesehatan yang diterapkan secara ketat untuk menghadapi kehidupan normal yang baru (New Normal) di mana masyarakat harus hidup berdampingan dengan COVID-19. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

Beberapa faktor yang diperhatikan dalam CHS di antaranya kebersihan seperti pembersihan ruang dan barang publik dengan disinfektan, ketersediaan sarana cuci tangan dengan sabun dan tempat sampah bersih.

Kemenparekraf/Baparekraf menargetkan pada akhir Mei ini standar dan pedoman penerapan CHS sudah dapat ditetapkan dan disimulasikan.

Kemudian dilanjutkan verifikasi CHS di destinasi pada Juni hingga Juli 2020. Selanjutnya penerapan skema dan program sertifikasi ditargetkan berlangsung pada Agustus hingga Desember 2020.

Program CHS rencananya lebih dulu dijalankan di Bali, Yogyakarta dan Kepulauan Riau. Secara bertahap di lima destinasi super prioritas untuk kemudian di seluruh Indonesia.

Sementara untuk bidang kesehatan, kata Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas Penanganan Dampak COVID-19 di Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Ari Juliano Gema, di antaranya adanya koordinasi antara destinasi dengan Satgas COVID-19 daerah dan rumah sakit.

Selanjutnya pemeriksaan suhu tubuh, gerakan memakai masker, menerapkan etika batuk dan bersin termasuk menghindari berjabatan tangan serta penanganan bagi pengunjung dengan gangguan kesehatan ketika beraktivitas di lokasi.

Sedangkan faktor dalam keselamatan di antaranya pengelolaan pengunjung, pengaturan jumlah kerumunan, pengaturan jarak antar individu, penanganan pengamanan, media dan mekanisme komunikasi penanganan kondisi darurat.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020