Apakah protokol rontgen atau CT scan dilakukan di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Ahli Virologi Universitas Udayana Prof G N Mahardika mengatakan tanpa otopsi diagnosis persumtive infeksi COVID-19 berat dapat dilakukan dengan rontgen atau CT scan.

"Sebetulnya diagnosis persumtive COVID-19 berat bisa dibuat dengan rontgen atau CT scan. Apakah protokol rontgen atau CT scan dilakukan di Indonesia, saya tidak tahu," kata Mahardika menjawab ANTARA di Jakarta, Selasa, terkait informasi hoaks yang menyebutkan penyebab COVID-19 bukan virus melainkan bakteri.

Ia mengatakan laporan dari berbagai penjuru dunia yang dipublikasi di jurnal ilmiah bereputasi tidak ada yang menyebut isolasi bakteri seperti disebutkan hoaks tersebut. Jika benar bakteri yang menyebabkan COVID-19 mestinya jauh lebih mudah dideteksi.

Sementara itu, soal kasus flu burung berhasil digagalkan menjadi pandemi yang disebut mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, menurut dia, karena memang virus tersebut tidak menginfeksi dari manusia ke manusia dan vaksin flu burung yang dikembangkan swasta nasional efektif.

Sedangkan untuk virus corona baru penyebab penyakit COVID-19 dikatakannya memang tidak diragukan bisa menular antara manusia ke manusia.

Baca juga: Penelitian di AS ungkap plasma eks pasien ringankan gejala COVID-19

Baca juga: Riset: Mayoritas pasien corona miliki antibodi tapi belum pasti kebal


Ada komorbiditas, tapi causa mortis yang membuat pasien positif COVID-19 meninggal yang perlu dilihat, kata Mahardika.  "Kalau causa mortis seseorang meninggal disertai gejala sesak nafas ya tentu bukan diabetes."

Jika hasil CT scan menunjukkan perubahan ground glass appreareance, paru-paru penuh air seperti orang tenggelam, paru-paru pasien yang bersangkutan punya radang limposit itu menunjukkan adanya infeksi virus, kata dia.

Publikasi hasil otopsi pasien kasus COVID-19 sudah banyak di luar negeri dan membuktikan penyebabnya virus, sehingga tidak perlu otopsi untuk membuktikan hal sama di Indonesia  ujarnya.

Menurut dia, otopsi pasien COVID-19 perlu, tapi urgency hanya dari segi kebutuhan ilmiah.

Justru, menurut dia, Indonesia kekurangan data untuk isolasi virus corona barunya.

Mahardika menegaskan informasi yang beredar cepat di whats app group (WAG) akhir-akhirnya ini, yang menyebutkan coronavirus disease 2019 adalah bohong, bukan dari virus tapi dari bakteri, semua itu diketahui oleh Italia setelah mereka mengotopsi jenazah korban corona adalah hoaks.

Baca juga: Guru besar ingatkan penyemprotan disinfektan bisa matikan bakteri baik

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020