Mis-selling biasa dilakukan oleh agen dengan memberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan detil produk yang sebenarnya
Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional menyebutkan "mis-selling" menjadi kecurangan yang paling banyak ditemukan dalam industri asuransi.

"Miss-selling biasa dilakukan oleh agen dengan memberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan detil produk yang sebenarnya atau menjelaskan produk secara rinci," ujar Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal Halim dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Ia menyampaikan berdasarkan data yang masuk ke BPKN khususnya terkait pengaduan asuransi oleh konsumen dalam tiga tahun terakhir terdapat 32 konsumen yang melakukan pengaduan kepada BPKN terkait kerugian asuransi.

Dari 32 konsumen itu, lanjut dia, sebanyak 14 diantaranya terjadi di tahun 2020 dengan potensi kerugian di alami pada wilayah Pulau Jawa dan beberapa luar pulau jawa sekitar Rp2,929 miliar.

Kasus pengaduan asuransi yang diterima BPKN khususnya 3 tahun terakhir 2018-2020 terdapat 32 konsumen dengan ragam pokok permasalahan yang diadukan, diantaranya klaim pencairan asuransi pendidikan yang seharusnya sudah dapat dicairkan tetapi belum dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Kemudian, klaim asuransi kesehatan yang tidak dapat dicairkan. Klaim atas kecelakaan kerja yang tidak dapat dicairkan.

Lalu, perusahaan asuransi jiwa yang melakukan autodebet dari produk investasi yang tidak dipahami konsumen. Polis yang tidak diberikan kepada konsumen dan penerapan klausula baku.

Financial Advisor atau Agen Asuransi yang tidak jujur dalam menawarkan produk investasi kepada konsumen, sehingga nilai dana konsumen justru menjadi berkurang hingga 30-60 persen.

Dan persoalan lainnya yakni terkait dengan hal-hal yang ditanggung dan hal-hal yang tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Sementara itu, Wakil Ketua BPKN, Rolas Sitinjak menilai ketiadaan aturan yang jelas mengenai pendaftaran dan persyaratan Agen Asuransi menyebabkan terjadinya penyimpangan (fraud) asuransi di masyarakat yang dapat menimbulkan kerugian pada pengguna asuransi dan karenanya perlu penyeragaman aturan penerimaan agen perasuransian pada asosiasi-asosiasi.

"Perlu segera dilakukan penyempurnaan pengaturan dan pengawasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian terhadap seluruh kegiatan industri asuransi yang telah berkembang pesat," ujarnya.

Menurut dia, Dunia perasuransian tidak terlepas dari kecurangan atau fraud asuransi. Kecurangan dalam asuransi dapat dilakukan sejak proses pendaftaran hingga pengajuan klaim. Secara garis besar, kecurangan biasa dilakukan oleh agen asuransi.

Baca juga: BPKN minta konsumen pintar bertransaksi daring di tengah COVID-19
Baca juga: BPKN: Perlindungan data pribadi kunci penggerak ekonomi saat COVID-19

 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020