Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia menyarankan kepada Ketua Mahkamah Agung agar membentuk Tim Khusus untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan persidangan dalam jaringan (online) atau electronic litigation.

Menurut anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala dalam rilis Ombudsman RI yang diterima di Jakarta, Selasa, penambahan tim khusus itu termasuk juga penambahan tenaga ahli informasi dan teknologi (IT). Hal ini diperlukan agar jalannya sidang tidak terhambat di tiap pengadilan negeri.

"Tenaga IT yang terbatas menyebabkan persiapan persidangan virtual menjadi lamban, terlebih jika terdapat kendala teknis di tengah persidangan," kata Adrianus.

Selain itu, Ombudsman mengatakan bahwa koordinasi antarinstansi penegak hukum dengan optimal dalam penyelenggaraan persidangan virtual tersebut, khususnya dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).

Baca juga: MK persilakan bila pemohon ingin sidang secara daring

Baca juga: Suryanta CS divonis 9 bulan lewat sidang daring

Baca juga: Sidang daring bagian dari pelayanan publik


Hal itu melihat adanya kendala teknis yang ditemukan Ombudsman RI dalam penyelenggaraan persidangan daring di 16 pengadian negeri, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Bogor, Cibinong, Bekasi, Tangerang, Serang, Medan, Batam, Jambi, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Kupang, dan PN Manokwari.

"Kendala tersebut seperti keterbatasan penguasaan teknologi oleh hakim, koordinasi antarpihak yang kurang baik, penasihat hukum tidak berada berdampingan dengan terdakwa, serta tidak dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan/dusta," kata Adrianus.

Ombudsman memandang perlu penyusunan regulasi tentang standardisasi sarana dan prasarana persidangan dalam jaringan (online) pada pengadilan negeri guna meningkatkan kualitas penyelenggaraan persidangan daring.

Keterbatasan sarana dan prasarana seperti keterbatasan ruang sidang yang memiliki perangkat video telekonferensi serta jaringan internet yang kurang stabil juga berpotensi menyebabkan penundaan berlarut dalam proses persidangan.

Penundaan sidang itu, kata Adrianus, dapat menjadi potensi malaadministrasi dalam penyelenggaraan sidang virtual tersebut.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020