Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengusulkan penghapusan pasal-pasal terkait dengan pers dan media di dalam Rancangan
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja karena berpotensi menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian.

"Golkar menilai daripada menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian, kami usulkan terkait dengan media dan pers untuk didrop dari RUU Cipta Kerja," kata Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Ciptaker secara virtual dan fisik, Selasa.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dalam RDPU tersebut, kata dia, sangat berisiko kalau RUU Ciptaker mengatur media dan pers.

Baca juga: PWI tolak pemberian sanksi lewat peraturan pemerintah

Menurut dia, media dan pers sudah bagus diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sehingga lebih baik diperkuat dalam UU yang ada dan tidak perlu dimasukkan dalam RUU Ciptaker.

"Kami usulkan agar diperkuat saja di UU yang ada dan kita butuh media nasional yang kuat sehingga harus perkuat pers dalam negeri," ujarnya.

Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai NasDem Taufik Basari menyebutkan beberapa pasal dalam RUU Ciptaker terkait dengan pers menimbulkan pertanyaan, khususnya relevansi mengatur pers dalam RUU tersebut.

Dalam Rapat Kerja Baleg dengan pemerintah, dia akan menanyakan kenapa dalam RUU Ciptaker dimasukan soal pers apakah ada masalah dalam implementasi UU Pers sehingga perlu diubah.

"Apakah perubahan hanya di UU sektoral? Lalu kenapa masuk dalam RUU Ciptaker? Saya tanyakan pemerintah apa yang menjadi dasar pemikiran mengapa isu pers masuk dalam RUU Ciptaker," katanya.

Kalau argumen pemerintah tidak kuat, menurut dia, tidak ada masalahnya untuk mengeluarkan poin tentang pers dari RUU Ciptaker agar rancangan tersebut fokus mengatur kemudahan usaha dan perizinan.

Baca juga: Dewan Pers ingatkan pemerintah tak buat peraturan turunan UU Pers

Sebelumnya, ada dua pasal yang menjadi sorotan kalangan organisasi pers yang akan diubah, seperti modal asing di perusahaan pers, ketentuan penambahan pidana denda, dan perubahan pidana denda menjadi sanksi administratif dalam Pasal 11 dan Pasal 18 UU Pers.

Dalam RUU Ciptaker, poin terkait dengan pers ada di Pasal 87 yang menyebutkan ketentuan Pasal 11 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pemerintah pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal."

Ketentuan Pasal 18 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, Pasal 18:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020