Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan keputusan pemerintah yang berhati-hati dalam memutuskan pembukaan sekolah pada masa tatanan normal baru terkait COVID-19 sudah tepat.

"Kebijakan pembukaan sekolah memang harus berdasarkan koordinasi agar tidak menimbulkan persoalan baru. Terlebih, sektor pendidikan memiliki jenjang yang banyak dan anak-anak yang merupakan kelompok usia yang rawan terinfeksi, sehingga sudah selayaknya sangat berhati-hati," ujar Trubus di Jakarta, Rabu.

Pemerintah memutuskan untuk tahun ajaran baru diselenggarakan pada pertengahan Juli 2020, namun tahun ajaran tersebut tidak serta merta bersamaan dengan proses belajar-mengajar secara tatap muka di kelas.

Saat menghadapi pandemi seperti saat ini, kata Trubus, aspek terpenting adalah konsistensi komunikasi publik terkait keputusan yang akan dibuat untuk menghindari kesalahan persepsi di masyarakat.

Untuk pembukaan sekolah, menurut Trubus, setidaknya melibatkan empat lembaga, yakni Kemendikbud, Kemenag, Gugus Tugas COVID-19, dan Kementerian Kesehatan.

Kemendikbud dan Kemenag, katanya, tidak boleh mengambil kebijakan pembukaan sekolah tanpa mendapatkan rekomendasi dari Gugus Tugas COVID-19 dan Kemenkes. Sebab, kedua lembaga itu memiliki otoritas terkait kesehatan dan situasi pandemi di suatu wilayah.

"Belum lagi dalam pelaksanaan akan melibatkan pemerintah daerah, bahkan sampai ke tingkat RT/RW," tambah dia.

Baca juga: FKKADK: Perlu kajian mendalam jika sekolah dibuka kembali

Menurut dia, masyarakat sangat kritis menyikapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Faktor keamanan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat harus menjadi pertimbangan penting ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan publik.

Baca juga: Menko PMK perkirakan sekolah akan dibuka pada awal tahun 2021

Selain itu, katanya, konsistensi serta ketegasan implementasi kebijakan di lapangan sangat penting.

Menurut Trubus, penyampaian kebijakan yang belum matang kepada publik dan tanpa didahului oleh koordinasi yang baik antarlembaga pemerintah hanya akan memunculkan kontroversi dan membuat masyarakat bingung. Salah satu contoh, adalah saat terdapat beberapa kali revisi terkait kebijakan angkutan umum.

Baca juga: KPAI: Libatkan IDAI dan epidemiolog sebelum izinkan sekolah dibuka

"Jelas ini menjadi preseden buruk terhadap kebijakan yang telah dibuat karena terkesan tidak matang dan tidak konsisten dan membuat kebijakan selanjutnya berpotensi untuk tidak diindahkan," kata dia.

Pemerintah, menurut Trubus, juga harus mendengarkan dan mengakomodasi setiap masukan dari elemen masyarakat yang bermanfaat bagi kepentingan publik. Peran serta masyarakat yang lebih luas adalah kunci dalam penyusunan kebijakan yang komprehensif dan kredibel.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo juga mendukung pemerintah untuk sangat berhati-hati ketika ingin membuka sekolah.

Baca juga: Mendikbud katakan belum bisa pastikan siswa kembali sekolah

Menurut dia, perlu keputusan yang cermat untuk mencegah gelombang kedua wabah COVID-19 yang berpotensi menyasar anak-anak usia sekolah.

"Keselamatan dan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas. Orang tua siswa untuk turut membimbing anak-anak dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh serta mencontohkan penerapan protokol kesehatan," kata Bambang.

Pembelajaran tatap muka dilakukan jika seluruh siswa sudah siap menjalankan protokol kesehatan pada era normal baru.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020