Setelah Balitbangtan masuk dengan beberapa komponen teknologi, produksi yang bisa kita capai di musim hujan 6-7 ton/ha
Jakarta (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian telah mengembangkan dan menerapkan inovasi dan teknologi peningkatan produktivitas lahan rawa guna mendukung ketersediaan pangan nasional.

"Kami telah mengembangkan dan menerapkan inovasi dan teknologi yang meliputi pembukaan lahan, tata air, alat mesin pertanian (alsintan), dan penggunaan varietas unggul baru toleran lahan rawa," ujar Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry dalam bincang-bincang daring "Ngobrol Asyik Pertanian Rawa Kita" di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Balitbangtan siap buka 79.142 ha lahan rawa dukung ketersediaan pangan

Inovasi dan teknologi pengelolaan lahan rawa untuk pertanian, salah satunya dilakukan di Sumatera Selatan (Sumsel) melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi).

Dalam pengelolaan lahan rawa ini, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumsel mengimplementasikan berbagai inovasi teknologi yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lahan rawa di wilayah tersebut.

Kepala BPTP Sumsel Atekan mengatakan Sumsel memiliki lahan rawa baik lahan rawa pasang surut maupun rawa lebak sekitar dua juta hektare (ha), namun yang sudah dimanfaatkan oleh petani sekitar 350 ribu ha.

Program Serasi ini telah mengangkat potensi lahan rawa, meningkatkan produktivitas, dan indeks pertanaman (IP).

"Sebelum ada program Serasi ini, indeks pertanaman di Sumsel setahun rata-rata hanya satu kali. Setelah program Serasi, sekarang bisa dilakukan sampai tiga kali yaitu padi-padi kemudian jagung," katanya.

Selain indeks pertanaman, produktivitas juga mengalami peningkatan. Sebelumnya, pada musim tanam pertama atau waktu musim hujan rata-rata produksi sekitar 3-4 ton/ha.

"Setelah Balitbangtan masuk dengan beberapa komponen teknologi, produksi yang bisa kita capai di musim hujan 6-7 ton/ha. Bahkan di beberapa lokasi yang kita dampingi bisa mencapai 8,2 ton gabah kering panen," katanya.

Namun, tambahnya, produksi tinggi yang dicapai pada musim hujan, merosot hampir setengahnya pada musim tanam kedua, sehingga kondisi ini perlu kajian lebih lanjut.

Pengelolaan lahan rawa di Sumsel ini, lanjutnya, melibatkan beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balitbangtan melalui paket teknologi Raisa (Rawa Pasang Surut Intensif, Super, dan Aktual) dengan menerapkan beberapa komponen teknologi termasuk varietas unggul.

Menurut dia, pengolahan lahan rawa ini juga melibatkan alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai dari pengolahan tanah hingga pascapanen karena tenaga kerja di lahan rawa sudah sangat terbatas.

Pada kesempatan tersebut, pakar gambut Universitas Palangkaraya Prof Salampak Dohong mengatakan Kalteng merupakan lokasi pengembangan lahan pangan nasional, dengan prioritas lahan yang dimanfaatkan di eks proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektare.

Penyediaan pangan nasional, tambahnya, dihadapkan pada waktu, biaya, tenaga kerja, serta problem sawah baru jika harus membuka lahan pertanian baru.

Untuk itu, harus diperhatikan program jangka pendek dan panjang, lanjutnya, rencana jangka pendek bisa dilakukan dengan inventarisasi lahan sawah untuk mengetahui lahan sawah aktif dan bongkor.

Sementara untuk jangka panjang dengan mencetak sawah baru (ekstensifikasi) harus dipilah antara lahan gambut dan tanah mineral yang mana untuk lahan pertanian bisa memanfaatkan tanah mineral.

Menurut Salampak, pencetakan lahan baru juga harus memperhatikan ketersediaan tenaga kerja, teknologi budi daya, serta budaya lokal.

Karena sudah menjadi program nasional, kementerian dan lembaga baik pusat dan daerah juga harus bersinergi dan tidak jalan sendiri-sendiri.

Baca juga: Kunjungi rawa untuk "food estate", Mentan: Ini tantangan yang bagus
Baca juga: Balitbangtan siap optimalisasi budidaya padi lahan rawa

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020