Kalau di kita (Jabar) mepet-mepetnya itu total anggaran untuk Pilkada Serentak 2020 bisa dua kali lipat untuk menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi COVID-19
Bandung (ANTARA) - Kepala Biro Pemerintahan dan Kerjasama Setda Pemprov Jawa Barat (Jabar), Dani Ramdan, mengatakan anggaran untuk melakukan pilkada di tengah pandemi COVID-19 dua kali lipat bahkan bisa berkali-kali lipat dibanding pemilu biasa.

"Kalau di kita (Jabar) mepet-mepetnya itu total anggaran untuk Pilkada Serentak 2020 bisa dua kali lipat untuk menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi COVID-19," kata Dani Ramdan, Kamis.

Contoh membengkaknya anggaran pemilu saat pandemi COVID-19 ialah di Korea Selatan yang berhasil melaksanakan pemilu legislatif di tengah wabah virus corona anggarannya mencapai empat kali lipat dibanding pemilu pada situasi normal.

Baca juga: KPU: Tidak perlu tambahan anggaran untuk Pilgub Sumbar
Baca juga: Bawaslu Kepri upayakan tidak tambah anggaran pilkada


Dani mengatakan pilkada idealnya memang harus dilaksanakan segera, karena masa tugas kepala daerahnya sudah habis dan ada yang selesai September, Januari, sampai seterusnya.

Dia menuturkan pelaksanaan pilkada di Jabar pada Desember dinilai ideal, untuk meminimalisasi masa tugas penjabat (pj) bupati atau wali kota.

"Apabila tidak dilaksanakan Desember ini, pj bupati atau wali kota menjabatnya bisa lama, bahkan bisa satu hingga dua tahun. Kalau pilkada dilaksanakan Desember minimal pj bupati /wali kotanya tidak akan lama. Kalau menjabatnya sekitar tiga bulan itu normal, seperti biasa," katanya.

Ia mengatakan kalau pj bertugas lama maka, khawatir akan stagnan karena sepanjang-panjangnya masa jabatan pj tidak seperti kepala daerah definitif yakni lima tahun.

"Meskipun tugas dan wewenang pj sama dengan kepala daerah definitif tapi, tidak bisa setuntas kepala daerah definitif," kata dia.

Akan tetapi, lanjut Dani melaksanakan pilkada di tengah pandemi ini tentu harus dibarengi dengan bagaimana cara meminimalisasi risiko penularan COVID-19, salah satu caranya dengan anggaran yang lebih banyak.

"Karena, panitia harus membeli banyak alat pelindung diri untuk petugas di lapangan. Belum lagi membeli alat atau fasilitas yang dibutuhkan seperti disinfektan, sabun cuci tangan, dan alat-alat lainnya," kata dia.

Selain itu, kata Dani masa kerja petugas seperti KPPS pasti lebih lama, bisa jadi, jam kerjanya diperpanjang, karena TPS-nya jadi lebih sedikit dan kalau tidak, TPS-nya diperbanyak karena harus tetap menjaga protokol kesehatan.

“Dengan kebutuhan-kebutuhan itu, pastinya dana yang dibutuhkan lebih banyak. Sebagai ilustrasi, yang sudah berhasil melaksanakan pemilu di tengah pandemi Korea Selatan. Tapi anggarannya sampai empat kali lipat dari pemilu pada situasi normal,” ujar Dani.

Dani menilai, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kota/kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada, dananya sangat terbatas, karena selama ini anggaran banyak digunakan untuk penanganan COVID-19.

“Namun APBN mau membantu sharing dana untuk pilkada ini. Tentunya, dananya pasti besar karena ada sekitar 300 kota/kabupaten dan 18 provinsi yang akan melaksanakan pilkada se-Indonesia," ujar Dani.

Baca juga: KPU Sumbar kaji ulang anggaran Pilkada 2020
Baca juga: KPU Gunung Kidul masih menghitung kebutuhan anggaran pengadaan APD

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020