Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah mengatakan pemilihan Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai lokasi pelaksanaan project PROPEAT agar menghindari tumpang tindih dukungan anggaran hibah perlindungan gambut.

Karliansyah di Jakarta, Jumat, mengatakan Kaltara memiliki setidaknya 13 Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dengan total luas gambut mencapai 348.840 hektare (ha). Ekosistem gambut di sana berada di pesisir yang bersambung dengan ekosistem mangrove dan kawasan tambak udang yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia.

Menurut dia, kondisi gambut tersebut saat ini rusak karena menjadi areal perluasan tambak. Apabila kerusakan tersebut terus meningkat maka justru akan mengganggu keberlanjutan tambak udang yang ada di posisi hilir.

Karenanya, ia mengatakan pemilihan Kaltara sebagai lokasi project PROPEAT yang merupakan kerja sama dengan Pemerintah Jerman melalui The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH tersebut dilakukan, mengingat tidak diperbolehkan tumpang tindih dengan dukungan anggaran hibah yang lain. Di provinsi yang memiliki KHG lebih luas pada umumnya telah ada dukungan anggaran hibah lainnya.

Baca juga: Jerman hibahkan 3 juta euro untuk perlindungan gambut Kaltara

Baca juga: Kementan sebut pemanfaatan lahan rawa di Kalteng butuh Rp2,55 triliun


Menurut Karliansyah, luasan KHG di Kaltara lebih besar dibanding dengan Kalimantan Timur.

Jerman melalui GIZ mengalokasikan 3 juta Euro atau sekitar Rp48,14 miliar sebagai hibah untuk perlindungan dan pengelolaan gambut di Kaltara yang dikerjakan bersama KLHK. Hibah tersebut tercantum dalam kesepakatan bersama KLHK melalui Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut yang ditandatangani kedua pihak pada Selasa (9/6) di Jakarta.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro sebelumnya mengatakan pelaksanaan project PROPEAT merupakan bagian kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jerman dalam Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Tujuan pelaksanaan project tersebut adalah untuk pengelolaan lahan pada ekosistem gambut dan lahan basah di Kalimantan Utara yang lebih berkelanjutan secara ekologis.

Indikator capaian pelaksanaan kegiatan teknis ini antara lain tersusunnya Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan. Setidaknya dua panduan tentang pencadangan dan pemanfaatan yang disusun dari hasil penelitian yang telah ada.

Panduan tersebut terkait dengan tata guna lahan terintegrasi sehingga dapat menjadi acuan pelaksanaan di lapangan, katanya.

Kemudian, indikator capaian yang lainnya adalah tiga pengalaman pengelolaan lahan gambut untuk kayu dan non kayu secara berkelanjutan dan integratif.

Selain itu, terdapat pula perencanaan lima perhutanan sosial di lahan gambut di Kalimantan Utara, serta penguatan tiga institusi kehutanan seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dalam melaksanakan panduan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan dan pelaksanaan tata guna lahan gambut yang berkelanjutan dan integratif.

Sementara penggunaan anggaran tersebut akan dialokasikan 60 persen untuk kegiatan implementasi lapangan, dan tidak lebih dari 40 persen untuk administrasi (overhead cost). Batas waktu penyelesaian kegiatan adalah Desember 2021.

Seperti diketahui, restorasi gambut juga sedang berjalan di tujuh provinsi prioritas yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). Target restorasi terhadap gambut yang rusak karena terbakar di 2015 tersebut mencapai lebih dari 2,6 juta hektare.*

Baca juga: Kalimantan Barat berupaya pulihkan tujuh kesatuan hidrologis gambut

Baca juga: BRG lakukan operasi cepat pembasahan di gambut terbakar Kalteng


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020