Ketika potret penegakan hukum compang-camping dan asal-asalan, membuat nama Presiden Jokowi juga tampak tidak baik.
Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK Novel Baswedan menilai penyiraman air keras terhadap dirinya adalah serangan maksimal tetapi pelakunya malah dituntut hukuman minimal.

"Bayangkan, perbuatan level yang paling maksimal itu dituntut 1 tahun (penjara) dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasihat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi," kata Novel melalui video di Jakarta, Jumat.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada hari Kamis (11/6) menuntut dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selama 1 tahun penjara.

Baca juga: Novel Baswedan: Pegiat pemberantasan korupsi berani dan konsisten

Menurut JPU, para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel. Keduanya disebut hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke badan Novel Baswedan. Akan tetapi, di luar dugaan ternyata mengenai mata yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen dan menyebabkan cacat permanen.

"Tuntutan yang disampaikan JPU yaitu 1 tahun penjara ini tergambar sekali bahwa proses persidangan berjalan dengan aneh, banyak kejanggalan, dan lucu saya katakan," ungkap Novel.

Alasannya, serangan terhadap dirinya dinilai ingin sebagai penganiayaan yang paling tinggi levelnya.

"Penganiayaan yang direncanakan, yang dilakukan dengan berat menggunakan air keras, penganiayaan yang akibatnya luka berat, dan penganiayaan dengan pemberatan, ini level tertinggi," tambah Novel.

Novel mengaku pernyataannya itu tidaklah bentuk emosinya namun bentuk keinginan menegakkan keadilan.

"Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan ini tergambar bahwa hukum di negara kita tampak sekali compang-camping," ungkap Novel.

Baca juga: Sahroni: Tuntutan jaksa kasus Novel ciderai keadilan

Ketika potret penegakan hukum compang-camping dan asal-asalan, membuat nama Presiden Jokowi juga tampak tidak baik.

"Oleh karena itu saya berharap tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan. Selanjutnya bila pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian Presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lain," ujar Novel.

Menurut Novel, pembiaran terhadap masalah penegakan hukum malah akan memengaruhi kemajuan suatu bangsa.

"Sekali lagi, saya tidak hanya melihat ini dari kepentingan saya pribadi, tetapi saya melihat sebagai kepentingan semua orang, terutama karena serangan kepada saya ini adalah upaya untuk menyerang pemberantasan korupsi dan ini berbahaya," kata Novel menegaskan.

Bahkan belakangan, pemberantasan korupsi di Indonesia juga sedang mengalami masalah luar biasa, padahal potensi korupsi terus terjadi.

Baca juga: WP KPK: Tiga implikasi penyerang Novel Baswedan dituntut rendah

Tuntutan terhadap kedua penyerang Novel adalah berdasarkan dakwaan Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam surat tuntutan disebutkan bahwa terdakwa Ronny Bugis bersama-sama dengan terdakwa Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020