Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) dan pembentukan tim seleksi pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bisa menjadi bentuk intervensi terhadap lembaga pemberantas korupsi itu.

"Kami menolak karena materi dan substansinya membahayakan independensi KPK," kata Febri Diyansyah, peneliti hukum ICW, di Jakarta, Rabu.

Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Perppu penunjukan tiga pelaksana tugas pimpinan KPK. Presiden merasa perlu menerbitkan Perppu karena menganggap KPK tidak akan berjalan dengan baik jika hanya dipimpin oleh dua orang.

Pimpinan KPK tinggal dua orang, setelah tiga pimpinan KPK yang lain ditetapkan sebagai tersangka pelaku pidana oleh polisi.

Febri menegaskan, publik khawatir Perppu yang dikeluarkan Presiden menjadi awal dari sistem pemerintahan yang tidak terkontrol.

"Masyarakat khawatir, Presiden tergoda menjadi penguasa absolut yang tidak mempertimbangkan secara serius suara publik," kata Febri.

Untuk menunjuk pelaksana tugas pimpinan KPK, Presiden telah membentuk tim seleksi. Tim itu terdiri atas Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Petimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki, dan pengacara senior Todung Muya Lubis.

Febri menjelaskan, tim itu bisa dengan mudah terintervensi dan akhirnya memilih pelaksana tugas pimpinan KPK untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, terutama penguasa.

"Tim ini tidak boleh memilih orang-orang yang diperkirakan akan tunduk dan dapat dipengaruhi Presiden," kata Febri menambahkan.

Menurut Febri, Presiden sebaiknya meninjau kinerja Polri yang telah menjerat pimpinan KPK sebagai tersangka, dari pada berpolemik dalam penerbitan Perppu. Dia menilai, proses hukum di Polri sarat kepentingan dan pelanggaran prosedur.

Secara terpisah, anggota tim seleksi pelaksana tugas pimpinan KPK, Adnan Buyung Nasution menegaskan, tim akan bekerja secara obyektif.

"Pada dasarnya tim ini adalah filter dari Perppu yang menjadi polemik di masyarakat," kata Adnan.

Menurut dia, Presiden terlanjur menandatangani Perppu yang kemudian menjadi polemik di tengah masyarakat. Maka, kata Adnan, Presiden membentuk tim seleksi untuk menjamin obyektifitas penunjukan pelaksana tugas pimpinan KPK.

"Presiden tidak bisa menunjuk langsung karena melanggar prinsip-prinsip demokrasi," kata Adnan yang mengaku memberikan masukan itu kepada Presiden.

Adnan menegaskan, tim akan memilih sosok yang tegas, terbuka, berani, dan independen untuk menjadi pelaksana tugas pimpinan KPK.

"Asal mereka bersih dan memiliki catatan yang baik," kata Adnan menegaskan.

Rencananya, tim akan bekerja selama satu pekan, mulai Kamis (24/9). (*)

Pewarta: Ardianus
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009