Jakarta (ANTARA) - Sektor usaha dalam periode transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa memanfaatkan fasilitas pajak dan kebijakan laporan akuntansi untuk mengurangi kerugian.

"Paling penting saat ini melakukan integrasi sistem akuntansi dan kebijakan perpajakan," kata Ketua Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti, Dr Sekar Mayangsari, Ak, CA dalam seminar virtual, Senin.

Pada 15 Juni merupakan fase dibukanya sektor usaha terutama mal dan pusat perbelanjaan periode PSBB transisi dan perkantoran dengan kapasitas terbatas.

Fase ini merupakan awal optimisme sektor usaha setelah pandemi COVID-19 ini memukul sektor ini begitu hebat. Ketidakpastian bisnis dan ekonomi tentu menjadi momok yang sangat menakutkan bagi para pelaku usaha.

Imbas dari wabah COVID-19 sangat jelas,  yakni terhambatnya bisnis di hampir seluruh sektor usaha, termasuk ada sebagian yang mulai berhenti beroperasi dan "gulung tikar". Bahkan mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi regional dan nasional secara signifikan.

"Meski sudah masuk transisi, ketidakpastian bisnis masih membayangi kita semua. Harus ada strategi untuk menghadapinya,” ujar praktisi perpajakan Aris R Faisal dalam live seminar bertajuk "Strategi Pemanfaatan Kebijakan Pajak dan Akuntansi dalam Ketidakpastian Bisnis di Era New Normal".

Baca juga: Penghapusan sanksi pajak daerah diberikan langsung saat COVID-19
Baca juga: DKI keluarkan tiga kebijakan insentif pajak dalam masa PSBB


Sedangkan pemimpin bisnis Panasonic Gobel Group, Rachmad Gobel menjelaskan, penting adanya opsi shifting business strategy agar pelaku bisnis cepat melakukan adaptasi.

"Terutama, terkait dengan berubahnya perilaku konsumen dan pola bisnis, karena adanya batasan-batasan sosial ekonomi," katanya.

Hal ini dipertegas oleh Pemimpin Redaksi majalah Top Business Moh Lutfi Handayani. Ia menjelaskan bahwa manajemen perusahaan harus mempersiapkan skenario dan checklist- business continuity agar keberlangsungan bisnis perusahaan tetap terjaga di era new normal ke depan.

Direktur Jenderal Pajak Dr Suryo Utomo, SE, MBT menjelaskan beberapa kebijakan dan insentif penting yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha.

PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi COVID-19 memberikan beberapa insentif pajak.

Diantaranya PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta per tahun, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.

Selain itu, Suryo menerangkan PMK Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi COVID-19.

Ada sekitar delapan insentif yang diberikan dalam jangka waktu 6 bulan mulai April 2020 sampai September 2020. Data menunjukkan, sampai dengan tanggal 8 Juni 2020 yang lalu, ada 358.966 permohonan insentif yang telah disetujui.

Suryo juga menegaskan bahwa Perpu 1 Tahun 2020 ini telah disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Ada tiga kebijakan perpajakan yang penting untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pertama, penyesuaian tarif pajak penghasilan wajib oajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kedua, perlakuan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Ketiga, perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Secara rinci, semua kebijakan dan insentif perpajakan itu, dapat diakses melalui link https://pajak.go.id/covid19.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020