Banda Aceh, 25/9 (ANTARA) - Anggota DPR RI, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan tugas memantau percepatan implementasi Undang Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) tidak akan bubar meski tim pemantau bubar pada 20 Oktober 2009.

"Meski tugas tim yang terdiri dari anggota DPR RI itu berakhir, namun kami berharap agar tugas tersebut dapat dilanjutkan oleh anggota DPR RI terpilih, terutama dari pemilihan Aceh," katanya di Banda Aceh, Jumat.

Dalam pertemuan dengan sejumlah pejabat jajaran Pemerintah Aceh, ia menjelaskan tim tersebut melaksanakan tugas memantau setiap PP dan Perpres tentang Aceh.

Pertemuan antara sebanyak 20 anggota tim pemantau dengan jajaran Pemerintah Aceh itu dipimpin Sekretaris provinsi, Husni Bahri TOB.

Ke-20 orang anggota tim pemantau UUPA tersebut, empat diantaranya adalah anggota DPR RI dari daerah pemilihan Aceh yakni Teuku Riefky Harsya, M Nasir Djamil, Marzuki Daud dan Ahmad Farhan Hamid.

RPP dan Rencangan Perpres itu merupakan petunjuk pelaksana (juklak) terkait implementasi UUPA, setelah penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) antara pemerintah dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005.

MoU Helsinki tersebut merupakan kesepakatan mengakhiri konflik bersenjata di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.

Ferry Mursyidan membantah jika ada pihak yang menuding bahwa terlambat turunnya PP dan Perpres UUPA tersebut dikarenakan adanya unsur kesengajaan.

"Memang dua tahun seharusnya selesai, tapi karena kesibukan sehingga PP dan Perpres terlambat. Yang penting, implementasi UUPA tidak harus berhenti dan semua pihak harus memperhatikannya," katanya menambahkan.

PP dan Perpres sebagai juklak dari UUPA tersebut penting untuk mendukung percepatan pembangunan di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut.

Ia menyebutkan bahwa terdapat sejumlah RPP dan Perpres yang perkembangannya sudah memuaskan dan dalam waktu dekat juga akan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

RPP antara lain tentang tata cara pergantian Sekda, pelimpahan wewenang dan kerjasama Pemerintah Aceh dengan lembaga luar negeri serta Dewan Kawasan Sabang (DKS).

Sementara Perpres tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih harus direview kembali tatacara penyerahan asset maupun terhadap PNS, setelah nantinya diserahkan ke daerah.

Sekretaris Provinsi Aceh, Husni Bahri TOB, menilai ada 10 PP dan tiga Prepres untuk menindaklanjuti UUPA masih belum maksimal diberikan pemerintah pusat.

Sejak disahkan UUPA, 15 Agustus 2006, jelas dia hanya satu PP sudah selesai yakni tentang Partai politik lokal, empat sedang dalam pembahasan di pusat dan lima PP sama sekali belum dibahas.

Sedangkan tiga Perpres, lanjutnya juga sudah satu dikeluarkan yakni tentang tata cara konsultasi Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat. dua lagi dalam pembahasan.

"Pemerintah Aceh memang terus melakukan konsultasi dengan Pemerintah pusat terkait dengan lahirnya peraturan-peraturan tersebut sebagaimana amanah dalam UUPA," kata dia menjelaskan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009