Bandung (ANTARA News) - Menyusul peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Dieng dari aktif normal yang ditandai dengan erufsi freatik di Kawah Si Banteng, PVMBG melakukan pengawasan intensif terhadap aktivitas di Kawah Sinila. "Perhatian sebenarnya ke Kawah Sinila karena kuatir adanya gas beracun dari situ, namun hingga Kamis petang tak terdeteksi adanya konsentrasi gas berbahaya di sana," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Dr Surono di Bandung. Menurut Surono, Gunung Dieng memiliki jumlah kawah yang cukup banyak. Namun dari jumlah itu kawah Sinila dan Kawah Timbang yang mempunyai hembusan gas beracun. Meski kawah Si Banteng yang mengeluarkan erufsi freatik Kamis pagi dengan Kawah Timbang dan Sinila berjauhan, namun menurut Surono pihaknya mengantisipasi terjadinya aktivitas di kedua kawah yang selama ini mendapat pengawasan intensif itu. Kemunculan gas berbahaya itu terakhir kali pada 20 Februari 1979. Saat itu gas berbahaya itu tiba-tiba muncul dari kawah Timbang yang dipicu oleh erupsi vulkanik yang terjadi di kawah Sinila yang menewaskan 149 orang penduduk setempat. Sedangkan erufsi fresik terakhir yang berlangsung pada kawah Sileri dan Sibanteng terjadi pada Juli 2003. Untuk itu, PVMBG menurunkan Tim Tanggap Darurat untuk mengevaluasi perkembangan aktivitas gunung api itu. "Tim Tanggap Darurat PVMBG akan berangkat Jumat besok, lansung bergabung di Posko Pengamatan Gunung Api di Desa Karangtengah Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara," kata Surono. PVMBG sendiri telah melakukan koordinasi dengan Pemkab Banjarnegara, Pemalang dan Bojonegoro terkait antisipasi dampak kenaikan aktivitas gunung api itu. PVMBG juga telah merekomendasikan penutupan aktivitas di sepanjang aliran Kali Putih menyusul adanya longsoran di dari kawah Si Banteng ke kali itu yang mengakibatkan bendungan. "Longsoran itu menyumbat Kali Putih, sehingga berpotensi banjir bandang bila tanggul alam itu jebol. Untuk itu aktivitas di kali Putih dihentikan," kata Surono menambahkan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009