Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Garapan Hubungan Lembaga dan Organisasi (Garhubanlog) Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis) Ir H Mohamad Faisal Nursyamsi MBA mengharapkan masyarakat waspada adanya virus radikalisme yang di saat pandemi COVID-19.

Ia di Jakarta, Kamis, mengatakan pandemi COVID-19 bukan hanya masalah kesehatan saja, tetapi dampak sosialnya juga memunculkan penyakit sosial dan kultural yang mengarah pada pandangan ekslusif dan radikal dalam rangka memprovokasi dan meradikalisasi masyarakat, sehingga penting pandangan moderasi (washatiyah) yang merupakan vaksin keberagamaan.

"Persoalan selama ini yang muncul, terutama berkaitan dengan adanya upaya dari berbagai pihak untuk mencoba merongrong kebijakan pemerintah. Dan memang harus ada vaksinnya untuk hal-hal yang seperti itu. Vaksin dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam) sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT," ujar Faisal Nursyamsi di Jakarta, Kamis.

Faisal setuju dengan adanya istilah virus radikalisme yang harus terus diwaspadai oleh masyarakat, karena virus ini secara diam-diam terus berusaha merongrong keberlangsungan hidup bangsa Indonesia.

Baca juga: BNPT: Ormas Islam kunci pencegahan paham radikal terorisme
Baca juga: Menpan-RB sambut baik inovasi penanganan radikalisme ASN
Baca juga: Mahfud sebut negara miliki tugas serius perangi terorisme


Ia mengatakan, "virus radikalisme" yang mencoba meradikalisasi masyarakat di saat pandemi tentu tidak boleh didiamkan saja, karena virus-virus seperti itu juga berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini, apalagi kalau sampai mempengaruhi pemikiran manusia.

Untuk mengatasinya diperlukan vaksin dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin tadi yang harus ditanamkan kepada diri masyarakat utamanya umat Islam, katanya.

"Istilahnya kalau di bidang kedokteran vaksin tersebut istilahnya disuntik ke pasien. Nah berarti nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin ini yang menjadi vaksin dan harus ditanamkan kepada diri umat muslim itu bahwa Islam tidak mengajarkan pembunuhan ataupun teror. Kalaupun ada perbedaan pendapat ya harus diluruskan dengan cara yang baik, bukan melalui teror atau provokasi,” katanya.

Dia mengakui bahwa sebetulnya di dalam Islam sendiri memang diperbolehkan adanya perbedaan dan perdebatan karena memang menurutnya hal itu tidak bisa dihindari.

"Dalam Islam memang boleh ada perbedaan, dan itu memang satu hal yang wajar atau agama apapun perbedaan itu juga pasti ada. Tetapi setelah selesai perdebatan itu, ketika memang ada satu pihak yang tidak bisa meloloskan kehendaknya, ya mau tidak mau dia yang harus mengikuti hasil yang disetujui oleh banyak pihak dan itu yang seharusnya menjadi prinsip,” ucapnya.

Faisal mencontohkan ketika zaman Rasulullah wafat pun para sahabat Nabi ini pun sempat berdebat untuk mencari pemimpin sebagai pengganti Rasullulah dan ini juga terjadi perdebatan yang sangat berat.

"Terjadi perdebatan di antara para sahabat siapa yang akan memimpin sepeninggal Rasulullah. Tetapi setelah terpilih satu, ya sudah semuanya mengikuti. Tidak ada yang namanya mereka menjadi oposan dan apalagi melakukan provokasi untuk membangkang. Hal inilah yang harus ditanamkan kepada masyarakat agar jangan mudah terhasut atau terprovokasi,” katanya.

Selain itu, selama ini dalam memberikan ceramah atau dakwah yang berkaitan dengan COVID-19, ia mengatakan bahwa imunitas itu bukan hanya badaniyah saja, tetapi juga batiniyah juga perlu punya imun.

"Maka dari itu saya menyampaikan hendaklah kita mengedepankan kebersamaan yang mana dalam Islam itu disebut Ukhuwah Islamiyyah atau persaudaraan sesama muslim dan sesama orang beriman ini adalah persaudaraan yang mulia. Kalau kita di dalam negara ini biasanya disebut Ukhuwah satu bangsa. Nah itu yang harus betul-betul kita tekankan seperti itu untuk melawan virus radikalisme tadi,” ujarnya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020