Delapan dari 10 respon mengatakan bahwa karena kurangnya partisipasi masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan berdasarkan kajian sosial, melalui survei persepsi masyarakat, sebagian besar masyarakat menilai pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) saat pandemi COVID-19 belum sepenuhnya berhasil.

"Tujuh dari 10 responden mengatakan pelaksanaan PSBB belum sepenuhnya berhasil," kata Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati dalam acara virtual "Talk to Scientists: Fenomena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), New Normal, dan Mobilitas dalam Kajian Sosial", Jakarta, Jumat.

Deny menuturkan kelompok umur yang paling banyak mengatakan belum berhasil adalah generasi baby boomers, X dan Z.

Pelaksanaan PSBB belum sepenuhnya berhasil karena kurangnya partisipasi masyarakat, kurangnya penegakan hukum, kurangnya sosialisasi dan kurang jelasnya kegiatan PSBB.

Survei dilakukan secara dalam jaringan pada 3-12 Mei 2020 dengan total valid responden sebanyak 919 orang berusia 15 tahun ke atas di wilayah PSBB DKI, Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Deny mengatakan dari segi pemerintah, enam dari 10 responden menyatakan kurangnya penegakan hukum. Kemudian, alasan lain adalah kurangnya sosialisasi dan kurang jelasnya kegiatan PSBB.

Baca juga: 129 lokasi pariwisata-hiburan lakukan pelanggaran selama PSBB

Baca juga: PSBB transisi di Kota Bogor dilanjutkan karena masih belum aman


Survei menunjukkan 78,7 persen responden mengatakan PSBB belum sepenuhnya berhasil karena kurangnya partisipasi masyarakat. "Delapan dari 10 respon mengatakan bahwa karena kurangnya partisipasi masyarakat," ujar Deny.

Partisipasi masyarakat kurang karena pengetahuan masyarakat tentang PSBB masih terbatas. PSBB lebih banyak dimaknai sebagai pembatasan mobilitas penduduk.

Hanya sebagian kecil, yakni 20 persen responden yang mengetahui adanya pembatasan kegiatan di sektor-sektor seperti perdagangan, industri, transportasi.

Tidak sampai separuh responden yakni hanya empat dari 10 responden yang mengetahui pembatasan kegiatan transportasi publik.

Survei juga menunjukkan masih cukup banyak responden yang keluar rumah. Generasi Y paling banyak keluar rumah, sementara generasi baby boomer paling sedikit keluar rumah.

Responden keluar rumah karena adanya kekhawatiran terhadap tiga hal, yakni tidak mampu mencari nafkah karena sebagian penghasilan berkurang sebagai dampak pandemi COVID-19, tidak dapat mengurus anggota keluarga, dan tidak mampu membayar berbagai tagihan.

Deny menuturkan masih banyak anggota masyarakat yang tidak disiplin menjalankan physical dan social distancing karena kekurangpedulian, dan terpaksa karena kondisi sosial ekonomi serta lingkungan permukiman yang kurang kondusif seperti di permukiman kumuh, padat dan miskin.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Hentikan PSBB karena sudah tidak efektif

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020