Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim melakukan perubahan pada alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi dan Kinerja yang difokuskan untuk daerah terdampak COVID-19 dan membutuhkan, serta dapat diberikan untuk sekolah swasta.

"Dana BOS Afirmasi sekitar Rp2 triliun. Kebijakan sebelum pandemi, dana tersebut diberikan khusus kepada sekolah negeri di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Sementara dana BOS Kinerja sebesar Rp1,2 triliun dan sebelum pandemi diberikan untuk sekolah negeri yang berkinerja baik," ujar Nadiem dalam telekonferensi di Jakarta, Jumat.

Namun, kedua dana BOS itu sekarang difokuskan dan diprioritaskan untuk daerah yang terdampak COVID-19 dan mencakup sekolah swasta.

Baca juga: Mendikbud: Dana BOS digunakan untuk dukung kesiapan satuan pendidikan

Perubahan kebijakan tersebut, karena ada daerah yang ekonominya terpukul akibat COVID-19. Bukan hanya di daerah 3T, ada banyak daerah yang ekonominya terdampak, namun tidak berada di daerah 3T. Daerah-daerah itu juga ada di perkotaan yang terdampak aturan PSBB.

"Tadinya dana BOS Kinerja hanya untuk sekolah negeri, tapi sekarang kita buka pendanaan BOS Afirmasi dan Kinerja ini untuk sekolah swasta. Kenapa kita lakukan ini? sama seperti Perguruan Tinggi Swasta (PTS), sekolah swasta sebagai institusi juga rentan terdampak pandemi ini, banyak pembayaran SPP tertunda, sehingga dari sisi keuangan juga paling rentan," katanya.

Kemendikbud tidak ingin banyak sekolah swasta yang tutup akibat krisis keuangan karena dampak pandemi COVID-19. Kebijakan itu merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kepastian bagi daerah yang paling butuh untuk mendapatkan BOS Afirmasi dan Kinerja. Bukan hanya sekolah negeri, tapi juga sekolah swasta yang rentan.

Ketentuan baru BOS Afirmasi dan Kinerja tersebut, yakni dana sebesar Rp60 juta per sekolah per tahun untuk sekolah swasta dan negeri dan disalurkan langsung ke sekolah oleh Kemenkeu. Untuk penggunaannya sama dengan BOS Reguler, diberikan keleluasaan untuk pembayaran guru honorer, pembayaran tenaga kependidikan, belanja kebutuhan belajar dari rumah, dan belanja kebutuhan kebersihan terkait COVID-19.

Baca juga: Kemendikbud bantu dana uang kuliah tunggal untuk mahasiswa PTS

"Jadi ini prinsipnya sama dengan BOS Reguler dan fleksibilitas agar kepala sekolah percaya diri dalam menggunakan dana BOS untuk kebutuhan sekolah pada masa krisis," kata Nadiem.

Untuk kriteria sekolah, yakni di daerah terpencil atau terbelakang, kondisi masyarakat adat yang terpencil, berbatasan dengan negara lain, terkena bencana COVID-19, bencana alam, bencana sosial, dan lainnya.

Kriteri berikutnya, sekolah dengan proporsi siswa dari keluarga miskin yang lebih besar, sekolah yang menerima dana BOS Reguler masih rendah, dan sekolah yang memiliki proporsi guru tidak tetap yang lebih besar.

Jumlah sasaran sekitar 56.115 sekolah di 33.321 desa atau kelurahan yang memiliki kebutuhan khusus. Hal itu akan ditetapkan dalam Permendikbud 23/2020 dan Permendikbud 24/2020, dan Kepmendikbud 580/2020, Kepmendikbud 581/2020, serta Kepmendikbud 582/2020.

"Ini adalah jawaban Kemendikbud dari aspirasi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam membayar uang kuliah dan sekolah swasta," papar Nadiem.

Baca juga: Mendikbud keluarkan kebijakan keringanan UKT

Baca juga: Legislator dorong Kemendikbud bentuk gugus tugas pengawasan UKT


Pada hari yang sama, Mendikbud mengeluarkan aturan mengenai relaksasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) di PTN dan dana bantuan pembayaran UKT untuk mahasiswa di PTS. Semua itu dilakukan untuk meringankan beban masyarakat yang terkena dampak pandemi COVID-19.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020