Dakar (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan ketenangan dan  dialog di Mali, setelah puluhan ribu pemrotes turun ke jalan-jalan di Ibu Kota Bamako, Jumat, menuntut Presiden Ibrahim Boubacar Keita untuk mundur.

Keita kembali terpilih pada tahun 2018 untuk periode kedua yang berlangsung selama lima tahun, namun ia telah berhadapan dengan krisis keamanan selama bertahun-tahun, wabah virus corona, pemogokan oleh guru, dan ketegangan politik yang timbul dari pemilihan lokal yang disengketakan pada bulan Maret.

Aksi protes penuh kemarahan yang terjadi pada Jumat merupakan yang kedua kalinya pada bulan ini, dan para pemimpin oposisi menyerukan pembangkangan sipil apabila tuntutan-tuntutan yang diajukan tidak terpenuhi.

Baca juga: Tiga belas tentara Prancis tewas dalam pertempuran di Mali
Baca juga: 24 prajurit Mali tewas akibat serangan terhadap patroli militer


"Sekjen menyerukan kepada semua pemimpin politik untuk mengirim pesan yang jelas kepada para pendukung mereka untuk menahan diri sepenuhnya dan untuk menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat memicu ketegangan," kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara untuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Mali, yang merupakan negara produsen emas dan kapas, telah berjuang untuk mencapai stabilitas sejak 2012, ketika kelompok pejuang jihad membajak sebuah pemberontakan oleh separatis Tuareg dan merebut seluruh wilayah gurun di bagian utara negara itu.

Pasukan Perancis membantu untuk merebut kembali wilayah utara namun kekerasan tetap ada, meski dengan kehadiran ribuan pasukan PBB, dengan kelompok-kelompok yang terkait dengan Al Qaeda dan kelompok radikal IS memicu ketegangan antarmasyarakat.

Sumber: Reuters
​​​​​​​
Baca juga: Swedia akan kirim 150 anggota pasukan khusus ke Mali
Baca juga: Tentara Prancis tewaskan lebih dari 30 gerilyawan di Mali

Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020