Lombok Barat (ANTARA News) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pusat dalam dua tahun terakhir telah menyita jutaan produk obat dan makanan impor ilegal dengan nilai sekitar Rp3,5 triliun.

Hal itu diungkapkan kepala BPOM RI, Husniah Rubiana Thamrin Akib, ketika menghadiri rapat koordinasi (rakor) lintas sektor nasional BPOM RI di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, Selasa malam.

Kegiatan rakor yang berlangsung mulai 6-8 Oktober itu dibuka secara langsung oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), K.H. M. Zainul Majdi dan diikuti oleh utusan dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepala BPOM seluruh Indonesia.

Husniah mengatakan, jutaan jenis produk impor ilegal yang disita itu terdiri dari makanan olahan sebanyak 1.567.813.000 pis, produk kosmetik 837.344 jenis, produk obat tradisional 73.137 pis. produk obat 6.103 pis dan porduk suplemen makanan 676 pis.

"Produk itu diantaranya berasal dari sepuluh negara produsen obat dan makanan seperti Malaysia, Thailand, Philipina, Singapura, China, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Perancis dan Jerman," ujarnya.

Ia mengatakan, produk impor ilegal itu disita karena tidak memiliki nomor persetujuan pendaftaran, kedaluarsa, mengandung bahan berbahaya, palsu dan penandaan yang tidak sesuai dengan persyaratan.

Penyitaan produk impor ilegal tersebut dilakukan pada saat operasi penertiban produk obat dan makanan ilegal yang dilakukan secara serentak oleh BPOM beserta jajarannya di seluruh Indonesia sejak 2008.

"Upaya penyitaan tersebut bertujuan untuk mencegah peredaran sekaligus melindungi resiko kesehatan masyarakat dari akibat menkonsumsi produk obat dan makanan impor ilegal tersebut," ujarnya.

Menurut dia, temuan pelanggaran hukum dalam hal obat dan makanan itu telah merugikan negara berupa finansial maupun jaminan kesehatan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.

Kerugian negara terjadi akibat importir distributor dan retail yang tidak melakukan kewajiban antara lain berupa pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan lain sebagainya.

"Dampaknya dapat menimbulkan gangguan ekonomi rakyat yaitu dengan membanjirnya produk ilegal yang secara perlahan akan mematikan produk dalam negeri antara lain usaha kecil menengah (UKM)," katanya.

Untuk itu, kata Husniah, BPOM RI sebagai lembaga pemerintah non departemen sesuai amanat undang-undang (UU) menerapkan dan menegakkan berbagai peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum utamanya melakukan penertiban produk obat dan makanan impor ilegal.

Husniah menyadari bahwa BPOM tidak dapat berperan sebagai satu-satunya lembaga yang mengurus masalah peredaran produk obat dan makanan impor ilegal, sehingga perlu mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan.

Oleh sebab itu, salah satu upaya yang telah dan sedang dibangun BPOM antara lain melakukan rapat konsutasi lintas sektor yang telah digelar sejak 2001, dengan tujuan hasilnya dapat diimplementasikan di tingkat pusat maupun di daerah untuk melindungi masyarakat dari produk yang bisa membahayakan kesehatan.

"Dari rakor itu diharapkan ada keluaran yang dapat ditindak lanjuti baik ditingkat pusat, maupun di wilayah masing-masing, sehingga dapat membangun langkah sinergi dalam penegakan hukum secara konsisten dan berkesibambungan," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009