6. Kampung Tugu
Kawasan ini dihuni warga Betawi keturunan Portugis yang telah mendiami Kampung Tugu sejak abad ke-17. Leluhurnya adalah para tawanan Portugis yang dibawa ke Batavia. Mereka dibebaskan oleh Belanda dengan syarat harus pindah agama dari Katolik menjadi Kristen Protestan.

Budaya Portugis terlihat kental dari baju tradisional yang kerap dipakai untuk menari hingga nama marga.

Banyak orang di Kampung Tugu hampir jadi korban peristiwa Gedoran karena disangka pro asing, namun seorang bapak haji memasang badan untuk melindungi warga Kampung Tugu karena mereka juga masyarakat Indonesia.

"Sejak saat itu mereka tidak diganggu, sebagai tanda terima kasih, orang Tugu memasukkan budaya Islam ke budaya mereka," kata Ira, menunjukkan fotonya di gereja bersama seorang bapak yang mengenakan baju koko dan peci. "Ini baju pengurus gereja," jelas dia.

Beberapa perayaan menarik di Kampung Tugu adalah Rabo-rabo pada tahun baru, rombongan warga berkunjung ke tiap rumah sambil bermain musik keroncong. Orang dari rumah yang dikunjungi harus ikut pergi ke rumah selanjutnya, sehingga rombongan semakin banyak dan meriah.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Nydia | Travel Blogger (@galontrip_travelblog) on


Sepekan kemudian, warga Kampung Tugu merayakan mandi-mandi dengan saling menggosokkan bedak cair ke wajah orang lain.

"Ini simbol. Yang paling cemong, paling banyak terima maaf dari orang lain."

Kuliner khas Portugis bisa disantap di Kampung Tugu, meski Anda harus memesannya terlebih dahulu dengan pengusaha katering di sana, termasuk Eugeniana Quiko alias Ena.

Kue-kuenya hanya ada di Kampung Tugu dan tidak setiap hari tersedia. Contohnya, Ketan Unti dari ketan yang dibumbui gula merah. Ketan Unti biasanya dibuat ketika ada orang yang baru meninggal dunia.

Ada pula Pisang Udang, mirip Nagasari, berisi irisan pepaya, udang, bawang goreng dan gula, kemudian dibungkus daun pisang dalam bentuk segitiga.

Pun ada Apem Kinca, terbuat dari tepung beras, tepung terigu dan nasi, disajikan dengan kuah santan dan gula merah.

7. Rumah Si Pitung di Marunda, Cilincing
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Indonesia Hidden Heritage (@indonesiahiddenheritage) on

Jawara pemberontak yang jago silat dan konon sakti ini disebut Robin Hood ala Betawi. Ia merampok rumah orang kaya, lalu hasilnya dibagikan kepada warga miskin. Ada yang percaya si Pitung hanya cerita rakyat, ada pula yang meyakini sosoknya memang nyata.

Rumah Si Pitung adalah rumah kenalannya, seorang bapak haji asal Bugis yang menolong Pitung berlindung dari kejaran Belanda.

"Karena asalnya Bugis, rumahnya berbentuk rumah panggung," ujar Ira.

Si Pitung akhirnya ditangkap oleh Belanda. Karena dianggap sakti, mayatnya dimutilasi menjadi tiga agar tidak hidup kembali dan dibawa ke tempat berbeda.

"Katanya ada yang dimakamin di Slipi, Rawa Belong sama Belanda, dia meninggal saat masih bujang," imbuh Ira.

Baca juga: New normal, ini tujuan wisata yang diincar masyarakat Indonesia

Baca juga: Taman Margasatwa Ragunan dibuka kembali tapi khusus bagi warga Jakarta

Baca juga: Mengintip Seoul lewat tur virtual ke Korea Selatan

 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020