Hasil evaluasi pertama adalah program belanja pusat dan daerah tidak sinkron sehingga capaian kinerjanya tidak bisa optimal
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan empat hasil evaluasi pihaknya  bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk melaksanakan redesain sistem penganggaran.

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI terkait Reformasi Penganggaran dalam RAPBN 2021 dan Pagu Indikatif Kementerian Keuangan pada RAPBN 2021.

"Tantangan reformasi dan kebutuhan dalam memperbaiki kualitas anggaran memunculkan inisiatif untuk melakukan redesain sistem penganggaran yang sebetulnya sudah dimulai sejak 2020, tapi karena COVID-19 kita terdisrupsi luar biasa," katanya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Sri Mulyani: Biaya penanganan COVID-19 setara 4,2 persen dari PDB

Sri Mulyani mengatakan hasil evaluasi pertama adalah program belanja pusat dan daerah tidak sinkron sehingga capaian kinerjanya tidak bisa optimal.

Ia mencontohkan tidak sinkronnya koordinasi terjadi pada penganggaran mengenai dana alokasi khusus (DAK) fisik mengenai pembangunan jalan antara prioritas jalan nasional, provinsi, kabupaten, dan kota.

"Itu perlu sinkronisasi yang tentu manfaatnya lebih baik daripada dialokasikan dan direncanakan secara tidak terkoordinasi," ujarnya.

Kedua yaitu program yang digunakan dalam dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran berbeda sehingga sulit untuk dikonsolidasikan termasuk terkait pengentasan kemiskinan, kesehatan, hingga pendidikan.

"Itu sering harus dilakukan sinkronisasi lagi dari dokumen anggaran di Bappenas dan perencanaan di K/L masing-masing dengan program DIPA-nya yaitu penganggarannya," katanya.

Ketiga adalah rumusan nomenklatur program dan outcome dari sebuah program tidak secara langsung atau bersifat normatif sehingga sulit untuk menghubungkan output dan outcome dengan penganggarannya.

"Bagaimana kita bisa supaya nilai tukar petani di atas 100. Namun, kalau kita lihat program-program itu isi dan deskripsinya normatif seperti bagaimana menyejahterakan petani yang tidak terukur," jelasnya.

Keempat adalah informasi kinerja pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan penganggaran sulit untuk dipahami oleh publik.

"Sering ada dokumen anggaran isinya terlalu normatif dan banyak deskripsi sehingga memunculkan kesulitan untuk akuntabilitas terutama untuk tracking efisiensi,” ujarnya.

Sri Mulyani berharap melalui adanya redesain sistem penganggaran akan mampu memperjelas hubungan antara program, kegiatan, output, dan outcome.

Selain itu, redesain sistem penganggaran juga dipercaya dapat meningkatkan sinergi antarunit kerja eselon I atau antar-K/L dalam mencapai sasaran pembangunan sehingga efisiensi belanja lebih maksimal.

"Ini semua butuh suatu sinergi kalau anggaran dikotak-kotakkan di masing-masing eselon I dan bukan berdasarkan tujuan bersama maka biasanya uang jadi kaku. Lewat reformasi diharapkan sistem IT semakin terintegrasi dan organisasi jadi efisien," katanya.

Baca juga: BKF: Penurunan defisit APBN tidak bisa tiba-tiba
Baca juga: Pemerintah pastikan pengendalian risiko utang tidak ganggu APBN

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020