Tangerang (ANTARA News) - Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik terhadap manajemen RS Omni Internasional, Tangerang, Banten, menolak disebut sebagai tumbal pelanggaran Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Saya bukan tumbal dari pelanggaran UU ITE, melainkan sudah merupakan takdir yang telah digariskan Allah," kata Prita Mulyasari usai persidangan di PN Tangerang, Rabu.

Menurut dia, mengirim kabar kepada rekan melalui surat elektronik (e-mail) bukan suatu kesalahan apalagi disebut tumbal dari pelanggaran UU ITE padahal banyak pihak lain yang melakukan tindakan serupa.

Prita pernah mendekam di penjara LP Wanita Tangerang selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni setelah mengirimkan e-mail kepada rekannya berisikan keluhan mengenai buruknya pelayanan rumah sakit tersebut.

Manajemen RS Omni melalui dr. Grace Hilda dan dr. Hengky Gozal mengadukan Prita ke Polda Metro Jaya sehingga dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kemudian penyelidikan berkembang dan dia ditetapkan sebagai terdakwa.

Namun akibatnya, ia dijerat pasal berlapis yakni pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310 KUHP pencemaran nama baik dengan serta pasal 311 KUHP.

Dia mengatakan, sudah pasrah dengan kondisi yang dialami saat ini dan siap dengan kemungkinan terburuk kembali di balik jeruji penjara.

Ibu dua anak dari Khairan Ananta Nugraho (3) dan Ranarya Puandita Nugroho (1) itu mengatakan sulit untuk melawan pihak yang lebih berkuasa.

Bahkan dia juga tidak menerima bila dikatakan sebagai korban pertama dari pelaksanaan UU ITE karena menyampaikan e-mail kepada rekan dalam kalangan terbatas, meski belakangan disebarluaskan kepada pihak lain melalui internet.

Walau begitu, Prita merasa lega dengan pernyataan pakar Teknologi Informasi dari Universitas Indonesia, DR Wahyu Catur Wibowo yang mengatakan bahwa yang menyebarkan e-mail secara berantai adalah pihak lain.

Wahyu Catur mengatakan Prita hanya mengabarkan tentang keluhan selama dalam perawatan pada RS Omni kepada 20 pemilik e-mail, namun kemudian disebarkan oleh pihak lain.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009