Yerusalem (ANTARA) - Pemerintah Palestina dan otoritas di Israel kembali memperketat sejumlah pembatasan setelah beberapa warga di dua wilayah itu dinyatakan positif tertular COVID-19.

Otoritas setempat khawatir kasus baru itu dapat memicu wabah COVID-19 "gelombang kedua".

Aturan karantina mulai Rabu kembali berlaku di beberapa wilayah, di antaranya sebuah kota di Israel tengah, dan beberapa pemukiman warga di Kota Tiberias. Di Tiberias, jumlah kasus positif COVID-19 cukup tinggi.

Sementara itu, otoritas di Palestina memberlakukan karantina wilayah di Kota Hebron, Tepi Barat.

Israel merupakan salah satu negara yang menutup perbatasan dan memberlakukan aturan pembatasan ketat saat COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maret. Otoritas di Palestina pun langsung mengikuti langkah tersebut.

Kebijakan karantina membuat perekonomian dua wilayah terpuruk, tetapi langkah itu berhasil menekan tingkat penyebaran SARS-CoV-2, virus corona jenis baru penyebab COVID-19.

Kasus harian yang mulanya mencapai ratusan jiwa turun jadi hanya satu digit. Sejauh ini, Israel melaporkan 308 orang tewas karena COVID-19. Angka itu masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan korban jiwa di beberapa negara maju.

Di Palestina, otoritas setempat melaporkan tiga orang tewas akibat COVID-19.

Sejak otoritas di dua wilayah melonggarkan pembatasan guna menghidupkan kembali perekonomian, jumlah kasus positif perlahan naik.

Israel pada Selasa (23/6) mengumumkan 428 kasus baru, sementara Palestina melaporkan 179 kasus baru, angka tertinggi yang pernah dicatat dua wilayah tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia berharap lebih banyak lagi perumahan yang masuk daftar karantina. PM Netanyahu juga meminta warga Israel mematuhi aturan jaga jarak.

Ia pada Senin (22/6) memberi kewenangan kepada kepolisian untuk menjatuhkan denda sebanyak 500 shekel (sekitar Rp2 juta) ke tiap orang yang tidak mengenakan masker di tempat umum.

Meskipun kasus positif COVID-19 naik, Israel kemungkinan tidak kembali memberlakukan karantina secara menyeluruh, mengingat angka pengangguran melonjak selama pandemi.

Rencana penyaluran bantuan senilai 100 miliar shekel (sekitar Rp414 miliar) telah menyebabkan anggaran Israel pada 2020 defisit sampai 11 persen dari nilai produk domestik bruto, demikian estimasi pemerintah.

"Kas negara menyusut menyisakan sedikit pilihan untuk para pembuat kebijakan. Situasi saat ini menyulitkan (otoritas terkait, red) untuk kembali memberlakukan karantina," demikian isi laporan kajian dari Bank Hapoalim, pemberi kredit terbesar di Israel.

Sumber: Reuters
Baca juga: Corona di Palestina mencapai 547 kasus
Baca juga: Pasien COVID-19 naik 40% di Israel, Montenegro laporkan kasus pertama
Baca juga: Palestina catat tujuh kasus corona di Tepi Barat

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020