Semakin tinggi standar maka semakin tinggi ekonomi sebuah negara
Jakarta (ANTARA) - Dengan memanfaatkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) pada Juli 2020, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) didorong Badan Standardisasi Nasional (BSN) menembus pasar Australia.

"Pelaku usaha bisa memanfaatkan perjanjian IA-CEPA. Apalagi jika barang akan diekspor ke Australia, bea masuknya nol persen. Namun, pelaku usaha tetap harus memperhatikan persyaratan ekspor, di antaranya regulasi dan pemahaman standar yang diberlakukan di negara tujuan," kata Kepala BSN Kukuh S. Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Kamis.

Indonesia dan Australia secara resmi menandatangani Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada 4 Maret 2019. Namun, perjanjian tersebut akan berlaku mulai 5 Juli 2020.

Ia menuturkan Indonesia harus bisa memanfaatkan perjanjian IA-CEPA. IA-CEPA memberikan fasilitasi kepada kedua negara untuk bisa saling menerima barang ataupun jasa cukup banyak, di antaranya makanan dan minuman.

BSN juga sudah berpartner dengan Australian Standard melakukan "standard mapping". Untuk saling bisa menerima persyaratan antara Indonesia dan Australia terkait dengan standar, maka standar kedua negara harus harmonis dan selaras.

Begitu pula dengan penilaian kesesuaiannya, seperti hasil pengujian di laboratorium dan hasil sertifikasi, juga diharapkan bisa saling menerima. Untuk itu, disepakati menggunakan mekanisme Mutual Recognition Arrangements (MRA) di organisasi internasional badan akreditasi.

Indonesia yang diwakili Komite Akreditasi Nasional (KAN) sudah mempunyai modal untuk memastikan kompetensi laboratorium dan lembaga sertifikasi dapat diterima Australia.

Kukuh yang juga Ketua KAN itu, menuturkan dengan penandatanganan MRA, anggota badan akreditasi akan saling mengakui satu sama lain atas sertifikat dan laporan yang diterbitkan Lembaga Penilaian Kesesuaian yang terakreditasi KAN.

Ia menuturkan UKM binaan BSN yang mampu merambah pasar Australia, yakni UMKM Bolu Ketan Mendut yang berlokasi di Sidoarjo. Pelaku usaha itu melakukan proses transformasi usaha keluarga menjadi perusahaan sehingga produknya berdaya saing dan menembus pasar internasional.

Baca juga: Ekspor Bali tujuan Australia turun 66,76 persen

Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Martini mengatakan pelaku usaha, terutama produk pangan, yang akan ekspor ke Australia untuk memperhatikan standar dan regulasi pemerintah Australia.

Persyaratan standar Australia tersebut, di antaranya Australian Bio Security Regulation – Australian Department of Agriculture dan standar Australia.

Beberapa persyaratan regulasi impor produk pangan ke Australia, di antaranya wajib lulus uji kelayakan dan menerapkan standar keamanan pangan.

Untuk uji kelayakan persyaratannya Biosecurity (Biosecurity Act 2015) dan keamanan makanan impor (Imported Food Control Act 1992), sedangkan standar keamanan pangan harus memenuhi Australia New Zealand Food Standards Code (FSANZ).

Persyaratan umum, di antaranya penanganan pangan, yakni pengusaha harus menjamin pekerja memahami pengolahan dan penanganan produk yang diproduksi dan kompetensi disesuaikan dengan jenis produk yang diproduksi dan dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi.

Notifikasi perusahaan untuk mendapatkan izin perusahaan maka dilakukan pendaftaran sesuai persyaratan The Australia Business License and Information Service.

Selain itu, pangan dikemas harus dengan bahan yang aman dan tidak mengakibatkan kontaminasi ketika kontak dengan pangan.

Saat transportasi atau proses distribusi, pangan harus dipastikan tidak terkontaminasi, dan harus diminimalisasi pertumbuhan mikroba pathogen.

Pengusaha juga harus memastikan pembuangan pangan, di mana pangan yang tidak memenuhi standar harus dimusnahkan, dikembalikan ke pemasok, atau diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan.

Baca juga: Dibayangi COVID, Dahana ekspor bahan peledak ke Australia

"Semakin tinggi standar maka semakin tinggi ekonomi sebuah negara. Meskipun demikian, pemerintah siap mendukung 'stakeholder' atau dalam hal ini pelaku usaha, terutama UMKM, melalui program kerja sama ekonomi IA-CEPA," ujarnya.

Para pelaku industri UMKM bisa memanfaatkan optimalisasi pemanfaatan perundingan perdagangan internasional melalui Free Trade Agreement Center (FTA Center) di lima daerah, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Menurut Atase Perdagangan RI di Canbera, Agung Wicaksono, di Australia produk pangan olahan asal Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal itu menunjukkan para pelaku Indonesia mampu menembus dan bersaing di pasar Australia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah diolah, pada 2019 Indonesia mengekspor 232,6 juta dolar AS produk pangan ke Australia. Nilai tersebut meningkat tiga persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Ekspor produk pangan Indonesia ke Australia didominasi produk makanan dan minuman (olahan) untuk rumah tangga 156,4 juta dolar AS atau 67,2 persen dari total ekspor pangan Indonesia-Austalia pada 2019.

Meskipun dalam situasi pandemi COVID-19, ekspor pangan Indonesia-Australia pada Januari-April 2020 menunjukkan peningkatan performa dari periode yang sama pada 2018, yaitu dari 71,2 juta dolar AS menjadi 82,5 juta dolar AS.

Baca juga: Pasca-CEPA, Menperin sebut keramik berpeluang masuk ke Australia
Baca juga: Disambut positif, IA-CEPA buka peluang industri nasional tingkatkan ekspor

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020