Restrukturisasi peran BUMN harus mampu menghadirkan negara di dalam kehidupan masyarakat.
Makassar (ANTARA) - Sejumlah akademisi lintas kampus menggagas terbentuknya Pusat Studi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai upaya mendukung kemajuan perusahaan yang menjadi pilar penting Negara tersebut.

Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar Dr Mursalim Nohong, MSi pada diskusi secara daring yang melibatkan para akademisi lintas kampus membahas Tata Kelola BUMN, Sabtu, berpandangan bahwa program restrukturisasi manajerial BUMN yang dilakukan saat ini merupakan proyek jangka panjang yang tidak bisa selesai dalam satu periode menteri.

"Selain itu, akan menjadi langkah awal dari sebuah kerangka 'milestones' memperbaiki kondisi internal perusahaan-perusahaan plat merah untuk mewujudkan BUMN yang bernilai bagi pemangku kepentingan," katanya.

Baca juga: Menteri Erick tegaskan seleksi pimpinan BUMN sesuai prosedur

Bahkan Mursalim memberi semacam tantangan kepada Menteri BUMN Erick Thohir agar restrukturisasi manajerial sekaligus memandatory struktur (Direksi dan Komisaris) yang terbentuk untuk secara bersama bergerak menuju BUMN pencipta nilai.

Prinsip kerjanya adalah tetap mengedepankan profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran yang dibangun dalam mendorong perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yakni sistem ekonomi yang mengedepankan kerakyatan dan kebangsaan.

Sedangkan akademisi dari Universitas Negeri Jember, Dr Hari Sukarno,MM menyarankan dalam situasi pandemi COVID-19 ini, Menteri Eric Tohir tidak sekadar inovatif dan kreatif, tetapi mulai berani melakukan akrobatik (out of the box) dalam menata BUMN yang penting memastikan bahwa tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

Baca juga: Erick Thohir: Mayoritas CEO besar bilang ekonomi pulih 2022

Menteri ET perlu mengedepankan soal kinerja dalam mengganti seorang Direksi BUMN. Jika melihat kinerjanya bagus dan trend-nya naik maka sebaiknya Direktur yang bersangkutan dipertahankan. Begitu pula sebaliknya.

Selain itu, rencana untuk merampingkan klaster BUMN dari 27 menjadi 12 klaster tidak serta-merta diartikan sebagai merger ataupun 'holding company' tapi lebih pada orientasi 'mutualism symbiosis' antar-BUMN.

Akademisi dari FEB-UNS Solo, Hery Sulstio melihat ada dua hal yang mesti menjadi 'frame' dalam menata BUMN yakni pertama, aspek makro tentang 'good governance' Kebijakan Pengelolaan BUMN dan kedua aspek mikro tentang 'Good Corporate Governance' BUMN.

Baca juga: Menteri Erick: Dividen BUMN masih jadi KPI meski dibayangi COVID-19

Oleh karena itu, ketika menyusun peta jalan restrukturisasi, penting bagi Kementerian BUMN untuk melakukan sinkronisasi antara prinsip 'Good Governance' Kebijakan Pengelolaan BUMN dan praktik 'Good Corporate Governance' setiap BUMN, sehingga lima tujuan pengelolaan BUMN (pasal 2 UU BUMN) dapat tercapai secara proporsional sesuai dengan karakteristik industri dan perusahaan.

Akademisi dari FEB-Unsyiah, Fakhruddin menyarankan restrukturisasi peran BUMN harus mampu menghadirkan negara di dalam kehidupan masyarakat.

Peran negara dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan dapat dilakukan melalui kegiatan usaha BUMN. Pada saat yang sama, BUMN harus mampu menyeimbangkan peran tersebut dengan kebutuhan menghasilkan keuntungan usaha.

Baca juga: Menteri Erick rombak direksi Pelindo III

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020