Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meyakini, pengangguran di Indonesia pada kuartal terakhir 2009 akan berkurang seiring dengan perbaikan perekonomian.

Direktur Perencanaan Makro Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Prijambodo mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, perkiraan IMF yang menyatakan akan terjadi puncak pengangguran pada bulan September-Desember 2009 di negara maju dimungkinkan karena pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih belum memadai dalam menciptakan lapangan pekerjaan dibandingkan pertumbuhan angkatan kerja yang terjadi.

"Di negara-negara maju seperti AS, Uni Eropa dan juga Jepang, meski menunjukan adanya trend membaik pertumbuhan ekonominya, namun pertumbuhan yang terjadi masih sangat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi normal di negara tersebut, sehingga penciptaan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja. Inilah yang mendorong kemungkinan terjadinya puncak pengangguran," katanya.

Ia mengatakan, bila dilihat statistik angka pengangguran di AS, Uni Eropa dan Jepang mengalami pemburukan yang drastis. Di AS pada 2007 angka pengagguran hanya 4,7 persen. Namun September 2009 telah meningkat menjadi 9,8 persen.

Di Uni Eropa, angka pengagguran naik dengan cepat. Pada Januari 2009 hanya 8,5 persen namun enam bulan kemudian pada Juli 2009 telah melejit ke angka 9,5 persen.

"Jadi kemungkinan terjadinya pemburukan angka pengangguran di AS, Uni Eropa dan Jepang masih berlangsung, sampai dengan pertumbuhan ekonomi menjadi normal kembali.

Berbeda dengan Indonesia, menurut dia, goncangan ekonomi yang terjadi tidak sebesar yang diperkirakan. Hal ini terutama karena sektor ekonomi eksternal (ekspor-impor) Indonesia relatif masih kecil. Hal ini karena ekonomi Indonesia di dominasi oleh konsumsi dalam negeri.

Ia mengatakan, sektor eksternal di Indonesia terutama didukung oleh ekspor barang primer seperti bahan pertambangan seperti komoditas batubara yang penyerapan tenaga kerjanya rendah, sehingga pengaruh terhadap pengangguran juga tidak begitu besar.

Hal ini dibuktikan dengan data departemen tenaga kerja dan transmigrasi yang mengidikasikan bahwa pemutusan hubungan kerja yang terjadi hanya 57 ribu jiwa. "Awalnya kan yang kita khawatirkan kalau terjadinya masif, hingga jutaan yang di PHK, ternyata hanya puluhan ribu," katanya.

PHK di sektor eksternal tersebut, menurut dia bisa dikompensasi oleh pertumbuhan investasi di dalam negeri. Ia mengatakan investasi mengalami perlambatan yang luar biasa, dari 13,7 persen di triwulan I 2008, dan turun hingga hanya 2,7 persen di triwulan II 2009. "Tapi hal itu tetap pertumbuhan positif artinya ada penciptaan lapangan kerja," katanya

Ia menambahkan, dengan kecenderungan ekonomi dunia yang terus membaik, maka kemungkinan pengangguran terkurangi pada tiga bulan terakhir juga semakin besar. Hal ini karena, banyak perusahaan yang dulu merumahkan para pegawainya, kini mulai memanggil para pegawainnya kembali karena terjadi peniongkatan permintaan pada ekonomi dunia.

"Perusahaan yang dulu terhantam karena perekonomian memburuk, kini telah siap-siap kembali berproduksi mengisi permintaan dunia yang membaik, sehingga mereka mulai memanggil kembali para pekerja yang dirumahkan," katanya.

Selain itu, menurut dia, stimulus ekonomi yang diluncurkan oleh pemerintah selama 2009 ini juga mampu menahan terjadinya pengangguran yang parah di Indonesia.

"Jadi untuk Akhir tahun ini saya yakin pengangguran berkurang, meski kemungkinan tidak besar karena memang pertumbuhan ekonominya tidak normal, setidaknya lebih kecil dibandingkan Agustus 2008 tahun lalu di sekitar angka itu," katanya.

Pada Agustus 2008 berdasarkan data BPS pengangguran mencapai 9,39 juta jiwa atau 8,39 persen. Pada Februari 2009 angka pengaguran terbuka berkurang menjadi 9,26 juta atau 8,14 persen.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009