Solo (ANTARA) - Ratusan mahasiswa, dosen, karyawan dan alumni Universitas Islam Batik Surakarta melakukan aksi damai menuntut Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Islam Batik (Yapertib) mundur, di halaman UNIBA di Solo, Selasa.

Para pengunjuk rasa yang menuntut mundurnya Ketua Yapertib UNIBA Surakarta Solichul Hadi Ahmad Bakri, yang seharusnya  bertanggung jawab terhadap semua kebijakan pengelolaan universitas justru tidak menemui mahasiswa. Pengunjuk rasa menilai dalam pengelolaan yayasan maupun universitas tidak sehat.

Para mahasiswa, dosen, dan karyawan UNIBA juga membentangkan sejumlah spanduk antara lain berbunyi "Hentikan Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan oleh Yayasan", "Kewajiban Mahasiswa Sudah Dibayar Lunas, Tetapi Haknya Terpangkas", "Bisnis Untuk Pendidikan atau Pendidikan Untuk Bisnis", dan "Biyen Aku Isih Betah Sue-Sue Wegah Ngerti Kampusku Samsayo Bubrah".

Baca juga: Uniba minta rekomendasi bupati buka program kedokteran

Dekan Fakultas Tehnik Sain dan Pertanian UNIBA Surakarta Sri Yuli Rahmawati dalam orasinya mengatakan aksi damai hari ini (Selasa, 30/6) menindaklanjuti aksi sebelumnya yang digelar oleh mahasiswa UNIBA, Senin (22/6), yang berakhir dengan ditandatangani dan disetujui 10 tuntutan oleh pihak Yapertib.

Namun, kata Sri Yuli, Dewan Pembina yakni Solichul Hadi Ahmad Bakri yang seharusnya bertanggung jawab terhadap semua kebijakan pengelolaan universitas justru melarikan diri bersama anaknya yang bertindak sebagai staf bendahara Yapertib UNIBA.

Bahkan, kata Sri Yuli, aksi mahasiswa tersebut berdampak keluarnya Surat Keputusan (SK) pelimpahan wewenang dari Yapertib kepada Rektor UNIBA. Hal ini, membuktikan bahwa Dewan Pembina dan Yapertib cuci tangan dan tidak bertanggung jawab terhadap tuntutan mahasiswa.

Selain itu, kata Direktur Paska Sarjana UNIBA Surakarta Istiatun, penyelewengan jabatan di Yapertib sudah sangat jelas ketika Ketua Yapertib mengangkat dirinya sebagai Dewan Pembina dan kemudian memasukkan kedua anaknya ke jabatan strategis di Kepengurusan Yapertib, yakni sebagai sekretaris dan staf bendahara.

Sehingga, kata Istiantun, dengan kekuasaan sebagai Dewan Pembina instruksinya semakin arogan kepada pengurus Yapertib. Bahkan, pejabat-pejabat di perguruan tinggi diperlakukan seperti boneka oleh Yapertib.

Rektor UNIBA Surakarta Dr Pramono Hadi dalam kesempatan itu mengatakan aksi damai ini merupakan puncak dari semua aktivitas yang dilakukan mahasiswa, dosen, karyawan, rektorat, dan alumni UNIBA, karena sudah terjadi tata kelola yang tidak benar di UNIBA, baik ditingkat sumber daya manusia (SDM) yang tidak kompeten maupun pengalokasian dana yang tidak pas.

Sehingga, kata Rektor, terjadi kesalahan kelola yang berdampak kepada kekecewaan para mahasiswa, dosen, karyawan, dan alumni untuk melakukan aksi damai yang merasa ikut bertanggung jawab apa yang terjadi di UNIBA.

Konsep kesalahan yang pertama, yakni Direktorat hanya bisa mengeluarkan daya usul, bukan pengambil daya keputusan. Sehingga, semuanya tersentral kepada yayasan, maka kesalahan Yapertib sangat pokok dan perlu direformasi.

"Saya sebagai rektor harus bertanggung jawab, artinya sebagai kegagalan dan kami harus mundur sebagai etika akademik," kata Pramono.

Amir Junaedi selaku koordinator lapangan mengatakan aksi mahasiswa pada 22 Juni 2020 menjadi penyemangat dosen, karyawan, dan alumni UNIBA melakukan aksi hari ini.

Menurut Junaedi, mahasiswa, dosen, karyawan, dan alumni dalam aksi damai sepakat menolak adanya nepotisme di dalam Yapertib Surakarta dengan mengeluarkan ketua bersama kroninya, lakukan audit investigasi seluruh aset Yapertib.

Selain itu, pengunjuk rasa juga menolak intervensi Yapertib dalam pengelolaan universitas, kembalikan sistem atau aturan penggajian dan honorarium dosen dan karyawan sesuai aturan kepegawaian UNIBA, hilangkan jabatan-jabatan boneka di lingkungan Yayasan dan Universitas.

Para pengunjuk rasa sempat membakar ban bekas di tengah halaman UNIBA, karena pihak Yapertib tidak mau menemui mereka dan mengancam akan menyegel UNIBA jika pihak yayasan tidak mau merespons.

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020