kalau ada 10 orang, hanya 3 orang bermasker, artinya 7 orang menjadi potensi tertular
Makassar (ANTARA) - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Unhas Prof Ridwan Amiruddin mengungkapkan berdasar hasil survei, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan hanya 35 persen.

“Hasil survei mengenai kesadaran masyarakat atas bahaya COVID-19 masih sampai di 35 persen," kata Ridwan usai melakukan rapat koordinasi bersama Gubernur Sulsel Prof HM Nurdin Abdullah di ruang rapat Gubernur Sulsel Makassar, Selasa.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie: Normal baru mesti diikuti kepatuhan protokol COVID

"Kalau angka kepatuhan disiplin yang kurang, konsekuensinya adalah kalau ada 10 orang keluar, hanya 3 orang bermasker, itu artinya 7 orang menjadi potensi tertular,” lanjut Ridwan.

Ia menjelaskan kunci penanganan COVID-19 melalui pelibatan aktif masyarakat untuk bersama-sama keluar dari krisis kesehatan ini.

“Bagaimana mengajak masyarakat keluar dari krisis ini. Pendekatan yang ada saat ini adalah dari atas ke bawah, ini harus dibalik, dengan melakukan akselerasi penguatan di masyarakat,” ujarnya.

Baca juga: DPR: Pelibatan TNI-Polri tingkatkan kepatuhan protokol kesehatan

Ketua Perhimpunan Ahli Epidemologi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini menjelaskan dari studi epidemologi, COVID-19 dapat dibaca dari tiga poin penting. Yakni, waktu, lokasi dan orang.

Dari segi waktu, Ridwan menuturkan saat ini terjadi peningkatan kasus positif. Meskipun, tingkat kesembuhan juga cukup tinggi.

Sementara dari segi lokasi, di Sulsel terdapat tujuh lokasi dengan jumlah kasus tertinggi yakni Makassar, Maros, Takalar, Gowa, Jeneponto, Bulukumba dan Luwu Timur.

Baca juga: Peneliti: Pelonggaran PSBB harus disertai kepatuhan protokol COVID-19

Sedangkan dari sisi orang, saat ini ia membaca jumlah positif COVID-19 didominasi oleh usia produktif karena adanya pelonggaran yang terjadi.

Berdasarkan hal ini, Ridwan menilai perlunya dilakukan berbagai intevensi untuk menekan penularan dan mengoptimalkan upaya penyembuhan pasien positif COVID-19.

Baca juga: Epidemiolog: Penurunan COVID-19 bukan berarti kasus sudah terkendali

Ia juga menyebutkan berdasarkan prediksi Pennsylvania University, pertengahan Juli menjadi puncak tertinggi angka positif COVID-19 dengan melihat jumlah populasi rentan, kecepatan penularan, angka kesembuhan, layanan rumah sakit, dan mitigasi yakni upaya preventif dan memberikan tekanan terhadap kurva.

“Sangat ditentukan oleh capaian intervensi yang dilakukan. Semakin tinggi capaian mitigasi yang dilakukan, semakin landai kurvanya. Untuk itu, pelibatan masyarakat menjadi salah satu kunci penanganan COVID-19,” jelasnya.

Baca juga: Epidemiolog sebut data mengenai COVID-19 sangat dinamis

 

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020