Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ridha Saleh mengatakan, Menteri Hukum dan HAM yang terpilih dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono harus berani merevisi Undang-undang HAM dan Undang-undang Pengadilan HAM.

"Orang yang dipilih harus berani merombak kebuntuan penegakan HAM akibat lemahnya kewenangan Komnas HAM dalam Undang-undang," kata Ridha kepada ANTARA di Jakarta, Senin malam.

Ridha mengatakan hal itu terkait penjaringan sejumlah orang untuk mengisi jabatan menteri dalam pemerintahan mendatang, termasuk menteri hukum dan HAM yang kemungkinan akan dijabat oleh politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Patrialis Akbar.

Menurut Ridha, Menteri Hukum dan HAM harus memiliki keberanian untuk membuka kebuntuan penegakan HAM yang ada dalam Undang-undang HAM dan Undang-undang Pengadilan HAM.

Kedua aturan hukum itu hanya menempatkan Komnas HAM sebagai lembaga yang berhak menerima pengaduan, melakukan penyelidikan, dan memberikan rekomendasi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang dugaan pelanggaran HAM.

Hal itu mengakibatkan Komnas HAM tidak bisa mengusut kasus dugaan pelanggaran HAM secara tuntas karena lembaga itu harus melimpahkan berkas ke Kejaksaan Agung jika perkara sudah memasuki tahap penyidikan dan penuntutan.

"Seharusnya kita diberi kewenangan penyidikan dan penuntutan," kata Ridha.

Dengan kewenangan itu, ia yakin tidak akan ada pengusutan kasus dugaan pelanggaran HAM yang berhenti di Kejaksaan Agung, seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.

Sebagai unsur pemerintahan yang membidangi peraturan perundang-undangan, Ridha mengatakan, Menteri Hukum dan HAM berhak mengusulkan revisi terhadap kedua Undang-undang tentang HAM tersebut.

Terkait sosok Patrialis Akbar yang kemungkinan akan menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, Ridha mengaku belum bisa memberikan prediksi.

Namun, dia menyoroti status Patrialis sebagai politisi. Meski Patrialis juga dikenal sebagai ahli hukum, kata Ridha, status politisi itu bisa menimbulkan kesan dia masuk dalam kabinet hanya atas dasar kesepakatan politik antara presiden terpilih dan partai pendukung.

Jika hal itu terjadi, Ridha khawatir penegakan hukum dan HAM tidak akan mengalami kemajuan signifikan.

Ridha juga menyatakan, Patrialis belum menunjukkan kinerja maksimal dalam penegakan HAM.

Seperti diberitakan, Patrialis adalah salah satu dari sejumlah calon menteri yang sudah dipanggil oleh Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan mengikuti serangkaian tes selama tiga hari terakhir.

Sejak Senin (19/10) siang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil enam orang calon menteri masing-masing Marty Natalegawa, Purnomo Yusgiantoro, Fadel Muhammad, Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Armida Alisjahbana, Fredy Numberi dan Suswono.

Sementara pada Minggu, figur yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan adalah Djoko Kirmanto, Patrialis Akbar, Ketua DPP Partai Demokrat bidang ekonomi Darwin Zahedy Saleh, Ketua Kadin Indonesia MS Hidayat, guru besar Universitas Lambung Mangkurat Gusti Muhamad Hatta.

Kemudian Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata dan Ketua Kowani Linda Agum Gumelar dan Nila Djuwita Moeloek.

Pada Sabtu yang mendapat giliran menjalani uji kelayakan adalah Djoko Suyanto, Hatta Radjasa, Agung Laksono, Sudi Silalahi, Gamawan Fauzi, Sri Mulyani, Muhammad Nuh, Suryadharma Ali, Mari Elka Pangestu, Syarif Hassan, Tifatul Sembiring, Sutanto, Salim Segaf Al-Jufri, Jero Wacik, Muhaimin Iskandar serta Andi Mallarangeng.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009