Jakarta (ANTARA News) - Bupati Solok dua periode tahun 1995-2000 dan 2005-2010, Gamawan Fauzi SH, MM yang kemudian naik "pangkat" menjadi Gubernur Sumatra Barat 2005-2010, akhirnya bisa meraih cita-cita atau ambisi yang biasa dimiliki seorang pamong praja yakni menjadi Menteri Dalam Negeri masa bakti 2009-2014.

"Saudara Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri ," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Selasa malam ketika mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) ke-2.

Keputusan Kepala Negara itu ternyata tidak meleset dari pernyataan Gamawan Fauzi kepada para wartawan usai menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Puri Cikeas, Bogor yang dilakukan Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.

"Saya diminta membantu di bidang pemerintahan," kata Gamawan yang lahir 9 November tahun 1957 di Sumatera Barat. Ketika lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang ini melontarkan ucapannya itu, maka para wartawan yang berkumpul di rumah Yudhoyono itu langsung sudah mengambil kesimpulan bahwa suami Vita Nova itu bakal menjadi menteri dalam negeri menggantikan posisi Mardiyanto, yang sebelum masuk ke gedung Depdagri juga merupakan seorang gubernur.

Gubernur Sumbar masa bakti 2005-2010 tersebut mengawali kariernya dari staf biasa di Kantor Direktorat Sosial Politik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, juga pernah menjadi sekretaris gubernur di ranah Minang tersebut, kemudian menjadi Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar.

Dia bahkan meraih penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award tahun 2004, karena selama menjadi pejabat ia berhasil menunjukkan kejujuran dan kebersihannya di tengah-tengah " gelombang korupsi" yang selama ini dianggap terbiasa dilakukan para pegawai negeri sipil.

Setelah menjadi pimpinan tertinggi Departemen Dalam Negeri, maka Gamawan memiliki setumpuk tugas selama lima mendatang di bidang pemerintahan yang sangat berat dan mulai bagaimana menyusun rencana induk (grand design) otonomi daerah hingga bagaimana mewujudkan aparatur pemerintahan yang bersih korupsi, karena sampai sekarang saja masih banyak warga yang mengeluhkan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) yang diwarnai pungutan liar hingga meminta dokumen izin mendirikan bangunan atau IMB.

Naiknya pejabat sipil ini ke puncak pimpinan Depdagri ini patut disambut gembira terutama oleh para pamong, karena pada masa lalu posisi Mendagri selalu diisi oleh para jenderal atau purnawirawan ABRI, yang sekarang telah berubah menjadi TNI, terutama TNI-Angkatan Darat.

Sampai sekarang jika orang membayangkan posisi Mmendagri, maka yang ada adalah pejabat itu sedang atau pernah memiliki " bintang emas " di bahunya. Orang pasti tidak akan pernah melupakan nama-nama para jenderal seperti Amir Mahmud, Yogie SM, Syarwan Hamid, Hari Sabarno, Muhammad Ma`ruf hingga Mardiyanto.

Dengan naiknya Gamawan Fauzi yang memiiki tiga anak, yakni Idola Prima Gita, Gina Dwi Fachria, dan Gian Gufran, maka tiba waktunya bagi para pamong sipil untuk menunjukkan bahwa kemampuan mereka sama sekali tidak kalah dengan para perwira tinggi ataupun purnawirawan TNI.

Munculnya pejabat tertinggi berlatar belakang sipil di Depdagri ini diperkirakan tidak bisa lepas dari perubahan yang terjadi secara mendasar selama beberapa tahun terakhir ini .

Dahulu posisi gubernur --terutama di provinsi-provinsi penting seperti di pulau Jawa, selalu diisi oleh para perwira tinggi. Para pemilik bintang emas yang pernah memimpin Pemda DKI Jakarta antara lain adalah Ali Sadikin, Tjokropranolo, Suprapto, Surjadi Soedirdja. Kemudian di Jawa Barat , para gubernur dengan latar belakang "tangsi" antara lain adalah Solihin GP dan Aang Kunaefi .

Kemudian di Jawa Tenagah , gubernurnya antara lain Ismail, serta Mardiyanto. Di Jawa Timur ada nama Basofi Sudirman serta Imam Utomo. Di NTT, ada nama Ben Mboi, di Kalimantan Barat muncul nama Kadarusno, serta Gatot Suherman di Nusa Tenggara Barat.

Namun sejak reformasi bergaung di tanah air tahun 1998 , peranan para jenderal atau purnawirawan mulai surut, karena peranan dominan mereka mulai digantikan oleh orang--orang sipil, baik yang berlatar belakang pamong praja seperti Gamawan Fauzi serta Fauzi Bowo hingga politisi dari partai politik hingga para pengusaha.

Saat ini hanya tinggal beberapa orang gubernur yang berlatar belakang militer, antara lain Bibit Waluyo di Jawa Tengah serta Abraham Atururi di Papua Barat .

Karena perubahan situasi itulah, maka salah satu pertimbangan Yudhoyono dan Boediono mengangkat Gamawan Fauzi adalah melanjutkan program "sipilisasi" itu di jajaran pemerintahan dalam negeri, apalagi mayoritas jajaran eselon satu kementerian yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka Utara itu seperti Sekjen, Dirjen sudah diisi oleh kalangan sipil pula.

Salah satu tugas berat Mendagri selama lima tahun mendatang adalah bagaimana menyusun pola pendirian daerah otonomi daerah atau DOB mulai dari provinsi, kota hingga kabupaten. Sampai sekarang belum ada kebijakan yang jelas dan pasti di Depdagri tentang berapa idealnya jumlah provinsi, kota, dan kabupaten di tanah air.

Ketidakjelasan ini juga ditambah lagi oleh posisi DPR yang berhak mengajukan RUU pembentukan daerah-daerah otonomi baru itu.

Ketiadaan pola atau "grand design" pemekaran itu pernah mengakibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam satu kesempatan di Jakarta untuk mengusulkan agar dilakukan merger atau akuisisi terhadap daerah-daerah baru oleh " daerah induknya" yang ternyata tidak bisa menghasilkan apa pun juga, bahkan hanya menghabiskan uang miliaran rupiah.

"Kalau perlu dilakukan merger atau akuisisi," kata Sri Mulyani ketika berbicara di depan sebuah forum yang dihadiri Mendagri Mardiyanto serta para pejabat teras Depdagri saat membicarakan penyusunan " grand design" pemekaran.

Setumpuk pekerjaan telah sampai di depan mata Gamawan Fauzi, dan kini tibalah saatnya bagi para pamong yang menjadi pimpinan Depdagri bahwa mereka memang sudah pantas menggantikan peranan para jenderal di departemen kunci ini. (*)

Oleh Oleh: Arnaz Ferial Firman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009