Jakarta (ANTARA) - Indonesia mendorong UNESCO untuk memprioritaskan sektor pendidikan dalam penanganan krisis COVID-19, karena pandemi tersebut telah menyebabkan sekolah di 165 negara ditutup sehingga mengganggu akses pendidikan bagi 1,5 miliar pelajar di seluruh dunia.

Pernyataan itu disampaikan oleh Duta Besar RI/Wakil Tetap RI untuk UNESCO Arrmanatha Nasir pada Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO yang berlangsung di Paris, Prancis, 2-3 Juli 2020.

Dalam keterangan tertulisnya, Jumat, Dubes Arrmanatha menegaskan pentingnya UNESCO untuk melakukan penyesuaian program dan anggaran dengan memprioritaskan dukungan kepada negara anggota khususnya negara berkembang di sektor pendidikan.

Lebih lanjut, Arrmanatha menjelaskan berbagai langkah konkret yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam memitigasi dampak COVID-19 terhadap sektor pendidikan, seperti memperkuat pembelajaran jarak jauh khususnya melalui kemitraan swasta dengan pemerintah.

“Di Indonesia, berbagai inisiatif telah diambil pemerintah untuk memastikan keberlanjutan pendidikan saat COVID-19, seperti program Rumah Belajar SPADA, Guru Berbagi, dan program pembelajaran melalui siaran televisi, » ujar Arrmanatha, yang berharap program serupa dapat menjadi contoh bagi negara lain di UNESCO.

Ia juga menyampaikan rencana untuk mengaplikasikan pembelajaran jarak jauh sebagai salah satu fitur tetap kurikulum pendidikan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah berencana meningkatkan pelatihan bagi para guru agar dapat menerapkan pembelajaran jarak jauh, serta mendorong akses digital yang lebih luas untuk semua pelajar.

Lebih lanjut Dubes RI menegaskan bahwa pandemi COVID-19 menunjukan pentingnya kerja sama dan solidaritas internasional. Dalam hal ini, sebagai negara promotor kerja sama multilateral, Indonesia mendorong agar UNESCO sebagai organisasi multilateral berkontribusi secara konkret pada upaya migitasi dan adaptasi COVID-19.

“UNESCO perlu mendorong langkah bersama dan memperkuat kerja sama multilateral melalui isu-isu yang menjadi tanggung jawabnya seperti pendidikan, sains, kebudayaan, akses dan penyebaran informasi serta komunikasi,” tutur Arrmanatha.

Selain itu, sebagai Wakil Presiden Kelompok Asia-Pasifik yang merupakan kelompok regional terbesar kedua di UNESCO dan beranggotakan 44 negara, Dubes RI menyatakan bahwa pandemi tersebut merupakan dorongan bagi masyarakat internasional untuk mengambil langkah kolektif.

Untuk itu, Kelompok Asia Pasifik mendorong UNESCO dalam menggalang solidaritas dan kerja sama internasional guna mencari solusi inovatif dan membangun ketahanan global dalam menghadapi COVID-19.

Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam pernyataannya menyampaikan bahwa COVID-19 berdampak pada seluruh sektor di bawah kewenangan UNESCO, seperti pendidikan, budaya, sains serta informasi dan komunikasi.

Namun, ia menekankan bahwa pembelajaran paling penting adalah pada sektor pendidikan. COVID-19 mendorong percepatan pendidikan masa depan (future education) yang mana pendidikan merupakan kebutuhan global bersama (global common goods).

Sebagai global common goods, Dirjen UNESCO berharap pendidikan mendapat perhatian lebih dari masyarakat internasional, layaknya kesehatan dan pangan dalam penanganan krisis yang terjadi saat ini.

Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO yang berlangsung di Paris, Prancis, 2-3 Juli 2020. ANTARA/HO-KBRI Paris/aa.
Geopark

Pada sidang kali ini, salah satu nominasi geopark Indonesia, yaitu Kaldera Toba, akan disahkan sebagai UNESCO Global Geoparks setelah memperoleh rekomendasi positif dari UNESCO Global Geoparks Council pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geoparks ke-IV di Lombok, Indonesia, pada 31 Agustus-2 September 2019.

Selain membahas dampak COVID-19 terhadap metode kerja dan implementasi program UNESCO, sidang juga membahas mengenai laporan dan rekomendasi dari berbagai program UNESCO.

Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO, yang dibuka dan dipimpin oleh Agapito Mba Mokuy, dari Equatorial Guinea, berlangsung pada 29 Juni-10 Juli 2020.

Sidang tersebut merupakan pertemuan fisik pertama yang dilakukan oleh UNESCO pasca pembatasan pergerakan yang berlaku di Prancis. Sejumlah 58 negara anggota dewan eksekutif dan negara observer lainnya hadir pada pertemuan tersebut.

Baca juga: Laporan UNESCO soroti persoalan eksklusi dalam buku pelajaran
Baca juga: UNESCO: perbedaan sosial dan digital ancaman sektor pendidikan


 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020