Singapura (ANTARA News) - Harga minyak bervariasi di perdagangan Asia, Jumat, karena kalangan investor menunggu keluarnya data penjualan rumah di AS, kata kalangan analis.

Kontrak utama minyak mentah jenis "light sweet crude" di New York untuk pengiriman Desember turun tujuh sen menjadi 81,12 dolar AS per barel.

Sementara minyak mentah Laut Utara Brent untuk pengiriman Desember naik sedikit sebesar tiga sen pada 79,54 dolar per barel.

Harga minyak mentah melonjak ke level tertinggi selama satu tahun di 82 dolar awal pekan ini, didorong oleh optimisme atas pemulihan ekonomi dunia dan melemahnya dolar.

Data yang akan keluar Jumat malam untuk penjualan rumah AS di bulan September diharapkan menunjukkan peningkatan transaksi bulan lalu, kata para analis seperti dilaporkan AFP.

"Intinya adalah bahwa mempercepat penjualan rumah, persediaan rumah yang tidak terjual turun dengan cepat dan rumah yang mulai dibangun/konstruksi sekarang sedang naik," kata para analis dari Bank DBS Singapura dalam laporannya.

"Perumahan, pusat gempa dari penurunan/krisis keuangan, sekarang berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB daripada mengurangi ... Segala sesuatu harus berlalu, perumahan termasuk gagal," kata mereka.

Sementara itu, Sekjen Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Abdalla Salem El-Badri, di London, Kamis, mengatakan bahwa organisasi ini akan mempertimbangkan kenaikan tipis produksi minyak mentah pada pertemuan berikutnya bulan Desember jika berbagai prasyarat utama terpenuhi.

Organisasi ini "tidak akan ragu untuk meningkatkan produksi pada bulan Desember", katanya kepada wartawan. Dia menambahkan keputusan itu tergantung pada harga minyak yang lebih tinggi, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan tidak mengambang penyimpanan minyak mentah.

OPEC yang beranggotakan 12 negara memproduksi 40 persen persediaan minyak mentah dunia, akan melakukan pertemuan berikutnya di Luanda, Angola, pada 22 Desember.

Harga minyak jatuh dari puncak tertinggi sepanjang masa di lebih dari 147 dolar pada Juli 2008 menjadi sekitar 32 dolar pada Desember karena resesi dunia, tetapi sejak itu bangkit karena munculnya harapan terjadi pemulihan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009