Denpasar (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum, Senin, tetap pada dakwaan semula bahwa I Nyoman Susrama (47) adalah dalang pembunuhan wartawan Harian Radar Bali AA Narendra Prabangsa (43).

"Kami tetap pada dakwaan semula bahwa Susrama adalah dalang dari kasus pembunuhan terhadap korban Prabangsa," tegas Jaksa Nyoman Sucitrawan SH pada sidang pembunuhan wartawan Radar Bali itu di Pengadilan Negeri Denpasar.

Jaksa juga meminta majelis hakim menolak semua isi eksepsi terdakwa.

"Terdakwa telah menyampaikan eksepsi yang tidak didasari atas fakta yang sebenarnya. Untuk itu harus ditolak," tandas Sucitrawan lagi.

Penasehat hukum Susrama sempat membantah kliennya telah membunuh Prabangsa, bahkan menuduh dakwaan jaksa cacat hukum.

"Polisi telah melanggar KUHAP dalam menyusun BAP untuk Susrama, antara lain berupaya adanya untuk penyiksaan dan bentuk penekanan lainnya," kata Suryadharma.

Jaksa langsung menolak pernyataan pengacara dan disebutnya tidak berdasar

Untuk mengambil putusan sela atas eksepsi dan nota jawaban jaksa, majelis hakim yang diketuai Djumain SH MHum menunda persidangan hingga 29 Oktober.

Tim jaksa menuduh Susrama dan delapan temannya telah membunuh Prabangsa, di Dusun Petak, Desa Bebalang, Kabupaten Bangli, pada 11 Pebruari 2009.

Susrama kesal terhadap pemberitaan Prabangsa di Harian Radar Bali menyangkut penyimpangan proyek pembangunan sekolah yang dipimpinnya.

Susrama merencanakan sekaligus memerintahkan anak buahnya membunuh Prabangsa, demikian Jaksa.

Dua hari kemudian, Susrama bersama anak buahnya, mensurvei Pantai Belatung, sebelah timur Pura Goa Lawah, Kabupaten Klungkung, untuk mencari tempat pembuangan mayat korban.

Korban yang dianiaya dengan tangan kosong dan pentungan kayu, tewas dan selanjutnya dibuang di lokasi yang sebelumnya disurvei.

Lima hari setelah kejadian, mayat wartawan Radar Bali tersebut ditemukan mengambang di kawasan Perairan Teluk Bungsil, Kabupaten Karangasem.

Atas perbuatannya itu, adik kandung Bupati Bangli Nengah Arnawa itu diancam hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009