Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengeluarkan kebijakan setiap pasien COVID-19 yang akan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram harus membuat surat pernyataan, apabila pasien meninggal akan dimakamkan sesuai protokol COVID-19, guna menghindari adanya pengambilan paksa jenazah COVID-19.

"Hal itu dimaksudkan menghindari pengambilan paksa jenazah COVID-19, seperti kasus pada Senin malam (6/7) di RSUD Kota Mataram. Kita tidak ingin kasus serupa terulang lagi," kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Selasa.

Sebelumnya, ratusan warga dari Dusun Orong Ranjok, Desa Mekarsari, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, menjemput paksa jenazah warga yang dinyatakan positif COVID-19 di RSUD Kota Mataram pada Senin malam (6/7) karena mereka enggan menerima perlakuan jenazah sesuai protokol COVID-19.

Karenanya, pemerintah kota dalam hal ini pihak RSUD Kota Mataram mulai saat ini memastikan semua pasien COVID-19 yang akan dirawat harus menandatangani surat pernyataan bersedia dilakukan penanganan sesuai protokol COVID-19, apabila pasien bersangkutan meninggal.

Baca juga: Pasien sembuh COVID-19 di Mataram di atas 60 persen

Baca juga: Ratusan warga jemput paksa jenazah COVID-19 di RSUD Kota Mataram


"Jika tidak bersedia, pasien tidak kita terima agar tidak menjadi masalah ke depan," katanya.

Dikatakan, penjemputan paksa jenazah COVID-19 di RSUD Kota Mataram itu, menjadi kasus yang ketiga dan ketiganya merupakan pasien dari luar Kota Mataram.

Hal itu tentunya menjadi tanggung jawab bersama untuk terus melakukan edukasi ke masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan COVID-19, termasuk untuk penanganan jenazah COVID-19 jika tidak sesuai dengan protokol maka virus tersebut bisa menularkan ke keluarga dan warga lain.

"Tadi malam, pihak RSUD terpaksa memberikan karena yang datang warga sekampung. Tapi sudah membuat surat pernyataan sehingga menjadi urusan Lombok Barat, apalagi ada camat dan kapolres yang bertanggung jawab sehingga RSUD tidak bisa mempertahankan," katanya.

Sementara menyinggung langkah antisipasi dengan pembuatan posko pengamanan, wali kota menilai belum mendesak, karena komunikasi dengan aparat keamanan lancar dan cepat sehingga bisa turun tepat waktu.

Sedangkan terkait dengan pengrusakan fasilitas rumah sakit, Wali Kota telah meminta pihak RSUD Kota Mataram berkomunikasi dengan Pemerintah Lombok Barat.

"Tapi kita tidak ada upaya melanjutkan kasus ini ke ranah hukum, dan tidak meminta ganti rugi. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk terus sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang bahaya penyebaran COVID-19," katanya.*

Baca juga: RSUD Mataram bantah ada penolakan klaim pembayaran pasien COVID-19

 

Pewarta: Nirkomala
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020