Jakarta (ANTARA News) - Pakar Kepailitan asal Universitas Airlangga, M. Hadi Shubhan mengatakan PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) harus tetap beroperasi agar meraih keuntungan.

"Solusi yang terbaik untuk TPI harus tetap beroperasi karena kalau tidak beroperasi justru merugikan," kata Hadi Shubhan di hadapan Ketua Panel Majelis Konstitusi, Mahfud M.D di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu.

Hadi Shubhan berstatus sebagai saksi ahli pada sidang Permohonan Pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pihak terkait dari Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia.

Hadi mengungkapkan TPI lebih baik tetap beroperasi hingga atau sekalipun sudah ada kekuatan hukum tetap (inkrah) karena hasil pendapatan operasi tersebut bisa untuk membayar kreditor sehingga lebih menguntungkan dibanding dilikuidasi (pailit).

Hadi menuturkan apabila TPI berhenti beroperasi akan menimbulkan kerugian bagi pihak debitor (TPI) karena tidak mendapatkan penghasilan, seperti pembayaran iklan, atau bahkan berpotensi mengurangi aset perusahaan tersebut.

"Kalau terjadi pengurangan berarti merugi, apabila merugikan kurator maka akan berdampak besar," ujar Hadi.

Lebih lanjut, Hadi menyatakan pailit tidak selamanya menyatakan perusahaan tersebut dalam kesulitan finansial (keuangan), contohnya perusahaan asuransi karena terjadi ketidaksepakatan masalah pembayaran karena tidak membayar.

Seperti halnya TPI, menurut Hadi perusahaan pertelevisian tersebut mempunyai reputasi yang besar, jika kondisinya dipailitkan maka seluruh asetnya tidak akan memiliki nilai.

Hadi menjelaskan proses pailit di Indonesia merupakan salah satu media untuk menekan agar bayar utang, padahal tujuan pailit bukan untuk hal tersebut karena hal tersebut tidak berlaku di negara lain.

Terkait dengan bagaimana terhadap masalah kepailitan, Hadi menyatakan buruh perlu mendapat perlindungan, yaitu perusahaan tidak harus berhenti beroperasi meskipun dalam kondisi dipailitkan.

"Pasalnya buruh yang menjadi prioritas dan istimewa," ucap Hadi.

Keistimewaannya antara lain mendahulukan bentuk pembayaran haknya, karena jika tidak didahulukan maka akan habis untuk membayar suplier.

Sementara itu, Koordinator Indonesian Labor Constitution Watch, Muhammad Hafidz mengatakan pihaknya mengutuk rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1.083 karyawan TPI.

Proses PHK karyawan TPI berdasarkan keputusan majelis hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada perkara Nomor 52/Pailit/PN. NIAGA.JKT.PST. dengan pemohon PT Crown Capital Global Limited.

PN Jakarta Pusat memutuskan TPI dalam kondisi pailit dengan segala akibat hukumnya dan mengangkat Kurator Safitri H. Saptogino dan William Edward Daniel, serta Hakim Pengawas, Nani Indrawati.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009