Kami berharap buku ini memberi kepastian bahwa yang disebut infaq, sedekah, hadiah itu berbeda dengan gratifikasi
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan buku Gratifikasi Dalam Perspektif Agama.

Kegiatan peluncuran dilakukan secara daring oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Rabu.

Dalam sambutannya, Ghufron menyampaikan bukan hanya secara hukum tetapi secara sosiologi gratifikasi tidak diperbolehkan dalam agama apapun. Ia pun menjelaskan secara singkat perbedaan antara gratifikasi, suap, dan pemerasan.

"Prinsipnya hadiah antar anak bangsa boleh dan dianjurkan saling memberi, sepanjang tidak ada kaitannya dengan jabatan. Kami berharap buku ini memberi kepastian bahwa yang disebut infaq, sedekah, hadiah itu berbeda dengan gratifikasi,” kata Ghufron.

Baca juga: KPK: Erick Thohir juga bicarakan potensi korupsi di sejumlah BUMN
Baca juga: KPK: Erick Thohir bahas skema pembiayaan UMKM dan korporasi


Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa gratifikasi berbeda dengan suap dan pemerasan.

"Kalau gratifikasi inisiasinya dari pemberi. Sedangkan suap inisiasinya antara pemberi dan penerima bertemu (meeting of mind). Sementara, pemerasan inisiasinya dari penerima," ujar Ghufrom.

Sebelum sambutan Ghufron, Zainut menyampaikan harapannya agar masyarakat dapat memahami substansi gratifikasi dengan benar.

Menurut dia, pemuka agama selaku rujukan umat memainkan peran yang sangat vital dalam diseminasi pengetahuan tentang gratifikasi.

"Mari kita jadikan momentum yang baik ini untuk memperkuat program kerja Kementerian Agama yang lebih berintegritas, menjunjung nilai-nilai ajaran agama, moral, dan etika khususnya program pemberantasan korupsi," kata Zainut.

Langkah tersebut, lanjut dia, wajib dan harus didukung oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Kementerian Agama yang diwujudkan dengan tiga cara.

Pertama, tidak melakukan pelayanan berlebihan dan/atau memberikan suatu pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas yang dapat berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

Kedua, senantiasa menolak pemberian gratifikasi yang dilarang serta tidak menggunakan fasilitas dinas di luar aktivitas kedinasan.

"Dan yang ketiga, berusaha menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban," ucap Zainut.

Ia juga menyepakati komitmen pengendalian gratifikasi merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan sehingga Kemenag telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi pada Kementerian Agama.

Diatur dalam PMA tersebut bahwa pegawai wajib menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas. Sedangkan, kategori gratifikasi dibedakan menjadi gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tidak wajib dilaporkan.

Dalam waktu dekat, KPK bersama Kemenag juga akan melengkapi seri buku gratifikasi dalam perspektif agama lainnya, yaitu Konghucu.

Baca juga: Pakar hukum: KPK saat ini alami fase 'new normal'
Baca juga: Erick minta pendampingan KPK kawal program PEN

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020