Berani membuka diri, jangan terpaku di ide awal
Jakarta (ANTARA) - Perubahan dari layanan atau pekerjaan yang semula dilakukan secara manual menjadi digital diyakini bisa membantu perusahaan rintisan (startup) untuk mengatasi tantangan saat pandemi virus corona berlangsung.

"Startup harus tahu betul kegiatannya, lalu mengubah layanan apa yang bisa ditransformasi digital," kata anggota Dewan TIK Nasional, Ashwin Sasongko, dalam webinar Katadata tentang tantangan startup di masa pandemi, Kamis sore.

Ashwin membagi perusahaan rintisan ke dalam dua kelompok, pertama adalah startup yang aktivitasnya tidak digital, namun menggunakan teknologi digital sebagai alat.

Baca juga: Kisah di balik "otak" Nodeflux, startup AI anak bangsa yang mendunia

Bisnis seperti ini contohnya adalah yang berkaitan dengan makanan, produksi makanan tetap membutuhkan kegiatan fisik, namun pembayarannya bisa dilakukan secara digital. Banyak bisnis makanan juga yang pemesanannya daring tapi pembayarannya masih konvensional.

Kelompok kedua adalah perusahaan yang memang produk digital, seperti aplikasi atau game.

Jika aktivitas bisnis perusahaan bersifat non-digital, segera tinjau ulang bisnis dan cari tahu apa saja yang bisa diubah ke bentuk digital.

"Supaya lebih efisien, cepat," kata Ashwin.

Sementara bagi yang membuat produk digital, mereka harus cermat melihat peluang apa yang sedang berkembang, misalnya aplikasi apa yang sedang dibutuhkan selama pandemi ini.

Direktur Jenderal Apllikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Pangerapan, juga meminta para pelaku startup untuk menangkap peluang yang ada.

Baca juga: Prediksi tren bisnis digital setelah COVID-19

"Berani membuka diri, jangan terpaku di ide awal," kata Semuel.

Survei Katadata terhadap 139 perusahaan rintisan pada Mei-Juni menunjukkan selama pandemi Mei lalu, ada 33 persen startup yang mengatakan kondisi mereka baik atau sangat baik.

Katadata membandingkan data yang mereka tentang kondisi startup yang disurvei pada akhir 2019 dan pada Mei 2020. Sebanyak 24,5 persen startup menjawab kondisi biasa saja pada Mei lalu.

Sebanyak 42,5 persen startup berada dalam kondisi buruk atau sangat buruk. Sementara itu, pada akhir 2019, hanya 3,6 persen perusahaan rintisan yang berada dalam kondisi buruk atau sangat buruk.

Lebih dari separuh, 74,8 persen, startup responden berada dalam kondisi baik atau sangat baik. Perusahaan yang berada dalam kondisi biasa saja sebesar 21,6 persen.

Baca juga: Kominfo tetap optimistis tiga unicorn baru akan muncul

Baca juga: Ini masalah yang buat "startup" tidak bertahan lama

Baca juga: Startup ditantang bangkitkan ekonomi kreatif & pariwisata lewat BEKUP

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020