Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahyo Kumolo mengaku mengarahkan anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi IX DPR RI untuk memilih Miranda S.Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004.

"Keputusan milih Miranda itu hak saya sebagai Ketua Fraksi," kata Tjahyo Kumolo setelah diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis.

Tjahyo diperiksa oleh tim penyidik KPK sebagai saksi dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004.

Kepada wartawan Tjahyo mengaku meminta semua anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi IX DPR RI untuk memilih Miranda.

"Kalau bisa jangan sampai voting. Saya bilang gitu," kata Tjahyo.

Menurut Tjahyo, mekanisme seperti itu sudah lumrah dilakukan. Hal yang sama juga dilakukan saat pemilihan pimpinan lembaga-lembaga negara lain seperti Polri dan KPK.

Tjahyo beralasan, Fraksi PDI Perjuangan memutuskan memilih Miranda karena menganggap Miranda adalah calon terbaik dari para calon Deputi Gubernur Senior BI yang ada saat itu.

"Arahan itu tanggung jawab saya," kata Tjahyo menegaskan.

Meski mengaku mengarahkan pemilihan, dia membantah mengetahui suap dibalik pemilihan tersebut. "Soal ada isu uang, itu bukan kewenangan saya," katanya.

Dia bahkan tidak tahu tentang pertemuan di Hotel Dharmawangsa yang dihadiri oleh sejumlah politisi PDI Perjuangan dan Miranda Goeltom.

"Saya tidak pernah ikut, saya tidak pernah tahu," katanya menambahkan.

Sebelumnya, mantan anggota DPR dari PDI Perjuangan, Agus Condro membenarkan ada pertemuan di Hotel Dharmawangsa yang dihadiri oleh sejumlah politisi PDI Perjuangan dan Miranda Goeltom.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Dudhie Makmun Murod, Endin A.J. Soefihara, dan Hamka Yandhu yang pada saat kejadian ketiganya menjabat sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI. Selain itu, mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Udju Djuhaeri juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, antara lain Nurdin Halid, MS. Hidayat, Achmad Hafiz Zawawi, TM. Nurlif, Baharuddin Aritonang, dan Daniel Tanjung.

Sebelumnya, tersangka kasus tersebut, Dudhie Makmun Murod, membantah keterlibatan petinggi PDI Perjuangan, Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis, dalam kasus dugaan aliran cek dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

"Tidak benar Tjahyo Kumolo dan Emir Moeis memberi perintah kepada saya," kata politisi PDI Perjuangan itu setelah menjalani pemeriksaan di KPK.

Dudhie tidak menjelaskan penyataannya secara rinci. Dia juga menolak menjawab berbagai pertanyaan wartawan terkait kasus itu.

Pernyataan Dudhie itu berbeda dengan pernyataan penasihat hukumnya, Amir Karyatin.

Amir mengatakan dua petinggi PDI Perjuangan berperan dalam kasus yang menjerat Dudhie sebagai tersangka.

"Ada instruksi dari ketua fraksi TJK sekretaris fraksi PN," kata Amir ketika ditemui setelah mendampingi pemeriksaan Dudie Makmun Murod di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Amir menegaskan, Dudhie hanya menjalankan tugas dari pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di DPR untuk mendukung calon tertentu dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

"Ini konsekuensi yuridis kepada komisi IX khususnya Fraksi PDIP untuk mendukung MG," kata Amir.

Secara rinci, menurut Amir, Dudhie pernah ditelpon oleh PN untuk mengambil sejumlah uang di sebuah restoran.

Dudhie menerima uang itu melalui seorang perantara, namun atas nama PN. Menurut Amir, kliennya lupa nama perantara tersebut.

Uang itu kemudian diserahkan Dudhie kepada EM, seorang petinggi PDI Perjuangan dan DPR RI. "Setiap amplop ada namanya," kata Amir tanpa menyebut jumlah yang dimaksud.

Amir hanya mengatakan, Dudhie menerima jatah sepuluh lembar cek, masing-masing lembar bernilai Rp50 juta.

"Itu sudah dikembalikan saat penyelidikan," kata Amir menambahkan.

Kasus aliran cek itu berawal dari laporan mantan anggota DPR Agus Condro. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku menerima cek senilai Rp500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.

Menurut Agus, sejumlah anggota DPR juga menerima cek serupa.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009